Bisnis.com, JAKARTA - Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD mengingatkan potensi maraknya praktik jual beli suara pada saat proses pemilihan umum (pemilu) di tingkat daerah.
Mahfud menceritakan pengalamannya saat menjadi hakim Mahkamah Konstitusi (MK), dan harus menangani perkara sengketa hasil pemilu. Dari berbagai perkara sengketa yang dia tangani saat itu, Mahfud melihat rawannya praktik jual beli suara dalam proses pemungutan suara di daerah.
"Di tingkat desa biasanya rawan ketika pengiriman [surat suara] dari TPS masuk ke kecamatan, ke kabupaten. Berdasarkan pengalaman saya jadi hakim MK, memang kadang terjadi tukar menukar, dan jual beli suara dalam proses ini," ujarnya dalam acara Rapat Koordinasi Pemerintah dan TNI/Polri jelang Pemilu 2024, yang disiarkan melalui YouTube Kemenko Polhukam, Senin (29/5/2023).
Menurut Mahfud, praktik serupa harus diantisipasi menjelang Pemilu 2024. Namun demikian, praktik jual beli suara bukan satu-satunya yang perlu diantisipasi di daerah saat pemilu.
Hal lain yang perlu diantisipasi, terang Mahfud, yakni kerawanan peristiwa kekerasan saat periode kampanye hingga pemungutan suara di TPS.
Di sisi lain, mantan Ketua MK itu mengingatkan bahwa kecurangan dalam Pemilu sama-sama terjadi pada era Reformasi dan Orde Baru. Bedanya, kata Mahfud, kecurangan pada Orde Baru terjadi secara vertikal sedangkan pada Reformasi terjadi secara horizontal.
Baca Juga
Mantan Menteri Pertahanan itu mengatakan bahwa kecurangan pemilu saat Orde Baru dilakukan oleh pemerintah. Ketika masuk era Reformasi, lembaga pemilu di luar rumpun eksekutif dibentuk yakni Komisi Pemilihan Umum (KPU) berikut lembaga-lembaga pengawasnya.
"Sekarang kecurangan bersifat horizontal. Partai ini mencurangi partai ini, yang digugat KPU. Partai beli suara partai ini, orang dirugikan, yang digugat KPU," terangnya.