Bisnis.com, TIDORE KEPULAUAN - Sejarah peradaban rempah Nusantara menunjukkan bahwa para penjelajah dan pedagang telah berlayar mengelilingi bumi untuk berburu rempah jauh sebelum Portugis dan Spanyol melakukannya.
Peneliti menemukan segenggam cengkeh pada wadah keramik yang terbakar di gurun pasir Suriah, di tepi sungai Efrat atau Furat, pada era Raja Yadihk – Abu, pada 1721 sebelum Masehi. Padahal, cengkeh adalah tanaman asli yang tumbuh di Kepulauan Maluku.
Hal tersebut membuktikan adanya aktivitas perdagangan yang bermula dari Nusantara. Dalam perkembangannya, jalur perdagangan rempah semakin ramai, hingga disebut sebagai jalur rempah.
Berbagai penelitian dan kajian telah dilakukan untuk membuktikan dan mendalami terkait Jalur Rempah Nusantara yang terbentang dari barat hingga ke timur Indonesia. Salah satunya adalah Seminar Nasional Melacak Jalur Peradaban Rempah Dunia.
Wakil Presiden (Wapres) Ma'ruf Amin membuka Seminar Nasional Melacak Jalur Peradaban Rempah Dunia di Pulau Tidore, Kota Tidore Kepulauan, Provinsi Maluku Utara, Kamis (11/5/2023).
Wapres pun menyampaikan sejumlah gagasannya dalam kaitannya dengan Jalur Rempah Nusantara di Maluku Utara.
Baca Juga
"Pertama, saya memandang bahwa rempah tidak hanya sekadar komoditas unggulan ekonomi global. Namun lebih jauh dari itu, rempah adalah bangunan sejarah peradaban yang plural," ujarnya, Kamis (11/5/2023).
Wapres meyakini, dari masa ke masa, Jalur Rempah menjadi gerbang pertukaran antarbudaya dan ilmu pengetahuan yang mewadahi berbagai konsep, gagasan, dan praktik yang melahirkan peradaban.
Dia juga memaknai bahwa rempah sebagai jalan kebudayaan, jalan keberagaman, dan jalan toleransi bagi keberagaman suku, etnik, agama, dan kelompok sosial di Indonesia selama ratusan tahun.
"Oleh sebab itu, agenda revitalisasi rempah di Maluku Utara adalah sebuah keniscayaan yang harus menjadi prioritas Pemerintah Daerah dan para pemangku kepentingan," imbuh Wapres.
Dengan demikian, sambungnya, diperlukan intervensi yang terpadu dan terintegrasi dari hulu ke hilir untuk melihat rempah sebagai komoditas ekspor yang memiliki nilai tambah dengan pola hilirisasi ekonomi yang berbasis masyarakat.
Gagasan kedua dari Wapres Ma'ruf terkait tokoh sejarah Enrique Maluku yang merupakan simbol jati diri dari rakyat Maluku yang terbuka, berpikir global, memiliki fisik yang tangguh, dan wawasan navigasi pelayaran yang unggul.
Menurutnya, pusat-pusat penelitian di Maluku Utara dan di Indonesia harus didorong untuk memperbanyak penelitian tentang tokoh-tokoh maritim Nusantara, serta mengembangkan program pendidikan dan pelatihan di bidang Ekonomi Biru dalam rangka mewujudkan Visi Poros Maritim Dunia.
"Ketiga, saya mengajak berbagai pihak untuk berkolaborasi memperjuangkan agenda Jalur Rempah sebagai warisan budaya UNESCO pada tahun 2024," katanya.
Dalam konteks itu, kata Wapres, wilayah Maluku Utara adalah bagian penting dari perjalanan sejarah Jalur Rempah Nusantara.
"Saya ingin menegaskan, bahwa Maluku Utara adalah Titik Nol dari Jalur Rempah Dunia," tandas Wapres.