Bisnis.com, JAKARTA - Bareskrim Polri menetapkan peneliti Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Andi Pangerang Hasanuddin (APH) sebagai tersangka dalam kasus komentar bernada ancaman kepadah warga Muhammadiyah.
Belakangan terungkap kalau komentar keras APH berawal dari diskusi terkait penetapan lebaran dengan salah satu peneliti BRIN, Thomas Djamaludin.
Hal itu diungkapkan oleh Direktur Tindak Pidana Siber (Dirtipidsiber) Bareskrim Polri, Brigjen Pol Adi Vivid.
Vivid mengungkapkan keduanya memang sering berdiskusi terkait penetapan lebaran, bahkan ada interaksi tanya jawab antara kedua peneliti BRIN tersebut.
“Nah rupannya percakapan ini sudah dilakukan berulang kali. Sudah dilakukan berulang kali, dari situ ada jawaban, ada tanya, ada jawab, ada pendapat,” kata Vivid dikutip, Selasa (2/5/2023).
Setelah diskusi yang panjang dan tak menemui titik temu, Vivid menyebut bahwa APH kesal dan emosi, sehingga mengeluarkan kata kata tidak pantas kepada Muhammadiyah di akun Facebooknya.
Baca Juga
Saat ini Bareskrim baru menetapkan satu orang tersangka yaitu APH dalam kasus ini. Namun, Vivid menyebut bahwa tidak menutup kemungkinan adanya tersangka baru dalam kasus ini.
Terlebih, Vivid menuturkan bahwa terdapat percakapan yang hilang atau sengaja dihapus dalam diskusi antara APH dan Thomas.
“Tapi ini nanti tidak menutup kemungkinan (penambahabn tersangka). Apabila nanti dalam percakapan itu kita temukan lagi, karena memang ada beberapa percakapan yang sudah dihapus,” ucapnya.
Untuk diketahui, APH menjadi tersangka dalam kasus komentar bernada ancaman di sosmed kepada ormas Islam, Muhammadiyah.
Saat ini dirinya sudah ditahan di Rutan Bareskrim terhitung hari lalu, Senin (1/5/2023).
Untuk pasal sendiri, pihak Bareskrim menjerat APH dengan pasal 45A Ayat 2 juncto Pasal 28 Ayat 2 ITE dengan ancama pidana penjara paling lama 6 tahun, dan denda paling banyak Rp1 miliar
Kemudian, Pasal 45B juncto Pasal 29 UU ITE dengan ancaman maksimal 4 tahun penjara dan denda paling banyak Rp750 juta.