Bisnis.com, JAKARTA - Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan atau Menkopolhukam Mahfud MD mengungkap bahwa sudah ada laporan dugaan pencucian uang oleh Rafael Alun Trisambodo kepada Komisi Pemberantasan Korupsi atau KPK pada 2013, sebelum era Presiden Joko Widodo atau Jokowi, tetapi tidak kunjung ditindak.
Hal tersebut disampaikan Mahfud dalam keterangan pers Menkopolhukam dan Menteri Keuangan Sri Mulyani mengenai transaksi mencurigakan pegawai Kemenkeu senilai Rp300 triliun. Menurutnya, transaksi itu masuk dalam dugaan tindak pidana pencucian uang.
Mahfud kemudian mencontohkan tindak pencucian uang yang dilakukan Rafael Alun lakukan. Tercatat sebagai pejabat eselon III Kemenkeu, Rafael memiliki harta hingga Rp56 miliar, jumlahnya hanya selisih Rp2 miliar lebih kecil dari harta Sri Mulyani.
Dia pun meminta Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) untuk memeriksa Rafael. Ternyata, PPATK telah melaporkan Rafael kepada KPK sejak 2013, tetapi tidak kunjung ada tindak lanjut.
"Ketika terjadi peristiwa penganiayaan terhadap David oleh Mario, itu kan orang bertanya ini kok gayanya bagus, mobilnya bagus, katanya [Rafael] hanya pejabat eselon III Kemenkeu. Lalu, saya minta ke PPATK, ini pernah ada masalah enggak di PPATK, lalu ditunjukkan surat 2013 kepada KPK, sudah dilaporkan bahwa ini agaknya kurang beres orang ini. Tahun 2013 suratnya," ujar Mahfud dalam konferensi pers di Kementerian Keuangan, Sabtu (11/3/2023).
Dia kemudian bertanya kepada Ketua KPK Firli Bahuri kenapa belum kunjung ada tindak lanjut laporan PPATK terkait Rafael sejak 2013. Namun, Firli menjawab belum tahu soal itu, sehingga Mahfud mengirimkan bukti bahwa KPK telah menerima surat PPATK.
Baca Juga
Menurut Mahfud, penindakan terhadap Rafael tidak lepas dari tekanan dan sorotan publik terhadap pemerintah. Padahal, sebenarnya kecurigaan PPATK kepada Rafael sudah ada sejak 10 tahun silam.
"Maka terus dipanggil, karena surat saya itu dan teriakan publik. Rp56 miliar kekayaan yang tidak wajar," kata Mahfud.