Bisnis.com, JAKARTA - Roket H3 Jepang gagal meluncur ke luar angkasa dari Pusat Antariksa Tanegashima di Provinsi Kagoshima lantaran secara mendadak mesin tidak menyala atau mendadak mati.
Gagalnya penerbangan ini menjadi pukulan keras bagi Jepang untuk memangkas biaya akses ke luar angkasa yang bersaing dengan SpaceX milik miliarder Elon Musk.
Dilansir dari Reuters pada Selasa (7/2/2023), Roket H3 setinggi 57 meter lepas landas tanpa hambatan dari pelabuhan antariksa Tanegashima. Namun, saat mencapai ruang angkasa, mesin tahap kedua roket gagal menyala sehingga memaksa para petugas misi untuk menghancurkan kendaraan tersebut secara manual.
"Diputuskan bahwa roket tersebut tidak dapat menyelesaikan misinya, sehingga perintah penghancuran dikirim. Ada sesuatu yang harus kita selidiki dengan melihat semua data," kata komentator peluncuran dari Badan Eksplorasi Kedirgantaraan Jepang (JAXA)
Profesor di Universitas Osaka Hirotaka Watanabe menjelaskan misi kali ini adalah kegagalan total, tidak seperti pembatalan dan penundaan sebelumnya.
"Hal ini akan berdampak serius pada kebijakan luar angkasa Jepang di masa depan, bisnis luar angkasa, dan daya saing teknologi," tuturnya.
Baca Juga
Roket baru pertama Jepang dalam tiga dekade terakhir membawa ALOS-3, sebuah satelit pengamatan tanah untuk manajemen bencana, yang juga dilengkapi dengan sensor inframerah eksperimental yang dirancang untuk mendeteksi peluncuran rudal balistik Korea Utara.
Perusahaan pembuat H3, Mitsubishi Heavy Industries Ltd mengatakan mereka sedang mengkonfirmasi situasi seputar roket tersebut dengan JAXA dan belum memberikan komentar.
MHI memperkirakan bahwa biaya per peluncuran H3 akan menjadi setengah dari pendahulunya, H-II yang membantunya memenangkan bisnis di pasar peluncuran global yang semakin didominasi oleh roket Falcon 9 yang dapat digunakan kembali oleh SpaceX.
Juru bicara perusahaan mengatakan mereka juga mengandalkan keandalan roket-roket Jepang sebelumnya untuk mendapatkan bisnis.
Dalam sebuah laporan yang diterbitkan pada September, Center for Strategic and International Studies memperkirakan biaya peluncuran Falcon 9 ke orbit rendah Bumi sebesar US$2.600 per kilogram. Nominal yang setara untuk H-II yakni sebesar US$10.500.
Jika peluncuran ini sukses dilakukan, maka akan membawa roket Jepang ke luar angkasa lebih cepat dari rencana peluncuran kendaraan baru Badan Antariksa Eropa (ESA) yang lebih murah, Ariane 6.
Dampak dari kegagalan misi ini, saham MHI turun 1,8 persen pada perdagangan pagi hari waktu setempat, sementara indeks acuan Jepang yang lebih luas naik 0,4 persen.