Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

KPK: Sektor Pertambangan Rawan Korupsi, Batu Bara Jadi Sorotan

Sektor pertambangan menjadi yang paling disorot KPK. Lembaga antikorupsi itu menyebut bahwa pertambangan batu bara rawan korupsi.
Proses pemuatan batu bara ke tongkang di Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur, Rabu (13/10/2021). Bloomberg/Dimas Ardian
Proses pemuatan batu bara ke tongkang di Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur, Rabu (13/10/2021). Bloomberg/Dimas Ardian

Bisnis.com, JAKARTA -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengungkap bahwa sektor pertambangan menjadi sektor yang paling rawan terjadinya praktik tindak pidana korupsi.

Salah satu kasusnya adalah mantan Bupati Tanah Bumbu Mardani Maming yang baru saja dijebloskan ke penjara terkait dengan kasus suap izin usaha pertambangan di Kalimantan Selatan. 

Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri menjelaskan bahwa penanganan perkara di sektor pertambangan selaras dengan lima fokus area pemberantasan korupsi di sektor bisnis, politik, penegakan hukum, layanan publik, serta korupsi yang terkait dengan Sumber Daya Alam (SDA).

"Korupsi pada kelima sektor tersebut menyangkut hajat hidup orang banyak, mempunyai tingkat risiko korupsi yang tinggi, serta berpotensi mengakibatkan kerugian besar pada keuangan negara ataupun perekonomian nasional," terangnya melalui keterangan resmi, Senin (13/2/2023). 

Adapun intervensi lembaga antirasuah pada sektor pertambangan sudah dilakukan sejak 2011, ketika pertama kali melakukan kajian pengusahaan batu bara. Setelah itu, KPK juga menggandeng kementerian/lembaga terkait lain untuk memperbaiki tata kelola di sektor tersebut. 

Pada saat melakukan kajian 12 tahun yang lalu, KPK menemukan permasalahan yang ada pada sektor minerba antara lain penataan perizinan, permasalahan penjualan dan ekspor yang tidak valid, serta rendahnya kepatuhan para pelaku usaha. 

Temuan kajian yang kompleks, lanjut Ali, mendorong KPK kembali melakukan kajian delapan tahun setelahnya. Pada 2019, Kajian Pengawasan Mineral Dan Batu Bara dilakukan dengan ruang lingkup dan fokus yang lebih spesifik. 

"Hal ini mengingat minerba merupakan salah satu sektor andalan pemerintah dalam hal penerimaan negara. Sehingga negara penting untuk memastikan kebijakan pada sektor minerba tepat, agar mampu memaksimalkan potensi SDA untuk sebesar-besarnya bagi kesejahteraan rakyat," terangnya. 

Secara rinci, kajian pada 2019 itu menemukan sejumlah permasalahan dalam tata kelola dan pengawasan mineral dan batu bara. Pertama, permasalahan pada penataan perizinan sektor minerba khususnya mengenai perbedaan data Izin Usaha Pertambangan antara pusat dan daerah.

Kedua, rencana perpanjangan pada sejumlah Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B) berpotensi tidak sesuai dengan UU No.4/20092009 tentang Minerba, terkait dengan luasan wilayah kerja.

Ketiga, tidak optimalnya sistem monitoring produksi dan penjualan batu bara. 

Oleh karena itu, KPK mengeluarkan empat. rekomendasi. Pertama, perpanjangan PKP2B dilakukan secara transparan dan akuntabel sesuai dengan UU No. 4 Tahun 2009 tentang Minerba.

Kedua, menyederhanakan dan mengintegrasikan seluruh sistem pengawasan/monitoring yang ada pada Ditjen Minerba, sistem monitoring produksi, dan penjualan pada Ditjen Minerba agar terintegrasi dengan sistem/mekanisme monitoring lainnya di Kementerian/Lembaga terkait.

Ketiga, mengimplementasikan quantity assurance pada kegiatan verifikasi kualitas dan kuantitas penjualan batu bara.

Keempat, mendorong inventarisasi asset pada sejumlah PKP2B yang akan berakhir kontraknya oleh Direktorat Jenderal Kekayaan Negara (DJKN) Kementerian Keuangan dan Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara Kementerian ESDM.

"KPK berharap dengan perbaikan tata kelola pengelolaan SDA dari hulu-hilir ini, bisa memberikan manfaat yang  sebesar-besarnya bagi penerimaan Negara, pensejahteraan Masyarakat, serta terhindar dari praktik-praktik korupsi," tutur Ali. 

IZIN TAMBANG DAERAH

KPK menilai permasalahan korupsi pada sektor pertambangan sejalan dengan kegiatan yang dilakukan tanpa penerapan kaidah good mining practice. Kurangnya pengawasan dari pemerintah pusat juga disebut menjadi faktor lantaran rentang birokrasi dan kewenangan yang terlalu jauh. 

Jika ditarik ke belakang, KPK mencatat Indonesia pernah mengalami masa booming perizinan pada sektor minerba. Kondisi tersebut terjadi ketika kebijakan otonomi daerah mulai 2001. 

"Jumlah izin pada sektor mineral dan batu bara meningkat dari sekitar 700-an pada tahun 2001 menjadi sekitar 10.000-an pada tahun 2010," jelas Ali.

Kemudian, booming izin pertambangan itu turut didasari oleh lahirnya Peraturan Pemerintah (PP) No.75/2001 yang memberikan kewenangan pengelolaan sektor minerba kepada pemerintah daerah di tingkat kabupaten/kota. 

"Pemda seakan berlomba-lomba mengeluarkan izin Pertambangan dengan dalih pembangunan dan investasi di daerahnya. Di satu sisi ternyata kebijakan tersebut justru menghasilkan kerusakan alam karena kegiatan Pertambangan tidak dilakukan dengan kaidah good mining practice," kata Ali. 

10 TAHUN PENJARA

Kasus korupsi di sektor pertambangan teranyar yakni kasus suap izin usaha pertambangan Tanah Bumbu Kalimantan Selatan dengan terdakwa mantan Bupati Tanah Bumbu Mardani Maming. Pria yang dinonaktifkan dari Bendahara PBNU itu baru saja divonis hukuman 10 tahun penjara serta denda Rp500 juta. 

Hukuman yang dijatuhkan hakim itu sedikit lebih ringan dari tuntutan jaksa yakni pidana penjara 10 tahun 6 bulan, sekaligus dengan Rp700 juta subsidair 8 bulan kurungan.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Dany Saputra
Editor : Edi Suwiknyo
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper