Bisnis.com, JAKARTA - Akademisi, pemuka agama, dan forum masyarakat adat meminta pemerintah agar bersikap tegas terhadap oknum-oknum yang bersikap intoleransi dan mengganggu kebebasan beragama di Indonesia.
Baca Juga
Engkus Ruswana, Ketua Presidium Majelis Luhur Penghayat Kepercayaan Kepada Tuhan yang Mahaesa Indonesia (MKLI) mengatakan banyak kejadian intoleran di Indonesia yang dapat dicegah, jika pemerintah bersikap tegas. Untuk menangani aksi intoleransi, maka kepolisian sebagai aparat keamanan harus bertindak tegas sesuai ketentuan.
"Pihak keamanan gamang karena kelompok intoleran itu mengatasnamakan agama," tuturnya di acara Seminar Nasional Dokumen Abu Dhabi di kampus Universitas Atma Jaya, Jakarta, Rabu (25/1/2023).
Menurutnya, Pemerintah termasuk Kepolisoan sebagai alat negara untuk bertindak tegas menindak pihak-pihak intoleran, para tokoh agama pun menurutnya harus bersama-sama mendorong agar Pemerintah bersikap tegas dalam menjaga keberagaman di Indonesia.
Dalam seminar itu, sembilan pemuka agama dan kepercayaan Indonesia berkumpul dan sepakat mendorong penyelesaian masalah kemanusiaan yang terjadi di Tanah Air dengan mengutamakan pendekatan damai, seperti yang menjadi komitmen dalam Dokumen Abu Dhabi untuk perdamaian dunia yang ditandatangani oleh Paus Fransiskus dan Imam Besar Al Azhar Syaikh Ahmad
Al Thayyib pada 2019 lalu.
Acara dibuka oleh Mgr. Ignatius Kardinal Suharyo selaku Ketua Pembina Yayasan Atma Jaya, Uskup Keuskupan Agung Jakarta, juga menghasilkan Deklarasi Atma Jaya yang ditandatangani oleh para pemuka agama dan kepercayaan yang diserahkan kepada Kementerian Agama selaku wakil pemerintah dan nantinya diharapkan menjadi fasilitator tindak lanjut seminar.
Dalam sambutannya, Mgr. Ignatius Kardinal Suharyo mengatakan, seminar ini merupakan realisasi dari Dokumen Abu Dhabi yang mendorong keberadaan agama-agama di dunia untuk mampu mempersembahkan hal yang paling bermanfaat bagi eksistensi manusia, yaitu perdamaian.
“Kita semua berharap pertemuan di Atma Jaya ini adalah sebagai awal dari munculnya gerakan bersama untuk mewujudkan Dokumen Abu Dhabi. Gerakan ini membutuhkan kerjasama dari kita, bukan kami atau mereka. Ini gerakan kita bersama,” katanya.
Dia melanjutkan, Mgr. Ignatius Kardinal Suharyo yang juga menjelaskan bahwa perdamaian membutuhkan dua pilar yaitu pendidikan dan keadilan.
Adapun Ketua Konferensi Wlaigereja Indonsia (KWI) Mgr. Antonius Bunjamin OSC mengatakan, kehadiran kesembilan tokoh lintas agama dan kepercayaan merupakan wujud nyata dokumen Abu Dhabi yakni persaudaraan sejati.
Dia juga menambahkan bahwa orang yang memiliki hati suci Allah akan membawa perdamaian sebab Allah tidak bisa dikotak-kotakan oleh perbedaan manusia.