Bisnis.com, JAKARTA - Kewenangan penyidik tunggal pidana keuangan oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dinilai dapat memicu konflik kepentingan.
“Potensi [konflik kepentingan] selalu ada. KPK juga punya kewenangan penyelidikan, penyidikan penuntutan kasus korupsi, tapi tidak hanya KPK yang punya kewenangan itu. Ada lembaga lain seperti kepolisian dan kejaksaan, bedanya polisi hanya penyidikan,” kata Koordinator Indonesia Corruption Watch (ICW) Agus Sunaryanto dalam keterangan, Kamis (19/1/2023).
Kemudian, untuk menjamin integritas dan akuntabilitas, KPK diawasi terlebih dahulu oleh komite etik dengan nama Dewan Pengawas.
Agus mendorong agar lembaga penegak hukum lain ikut dilibatkan dalam mengusut tindak pidana di sektor keuangan, sehingga tak hanya OJK.
“Jadi dalam kerangka akselerasi penanganan penyidikan tindak pidana keuangan seharusnya bisa melibatkan lembaga lain tidak hanya OJK saja,” ujarnya.
Menurutnya, berkaca dari beberapa lembaga yang sudah ada, seperti KPK yang menangani kasus korupsi dan BNN yang memegang kasus narkoba, penegak hukum lain masih dapat turut serta menangani kasus-kasus tersebut.
Baca Juga
“Penyidik tindak pidana tersebut tidak hanya dilakukan oleh mereka, tapi juga kepolisian bahkan kejaksaan. Jadi pertanyaannya siapa yang akan mengawasi integritas pimpinan OJK?” katanya.
Sebelumnya, OJK diberi kewenangan menjadi satu-satunya institusi yang memiliki hak untuk melakukan penyidikan tindak pidana di sektor jasa keuangan. Hal itu diatur dalam Undang-Undang tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU PPSK).
Hal itu tercantum dalam Pasal 49 ayat (5). Artinya, selain sebagai regulator dan pengawas, OJK juga bertugas sebagai instansi tunggal yang melakukan penyidikan.
"Penyidikan atas tindak pidana di sektor jasa keuangan hanya dapat dilakukan oleh penyidik Otoritas Jasa Keuangan," demikian bunyi Pasal 49 ayat (5).