Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Gegeran Sistem Pemilu, PDIP vs Semua Fraksi

PDIP dan Muhammadiyah beranggapan bahwa sistem pemilu proporsional tertutup akan menghadirkan pemilu yang lebih efektif dan efisien.
Sekretaris Jenderal DPP PDI Perjuangan (PDIP) Hasto Kristiyanto dalam diskusi Election Corner yang diselenggarakan Fisipol UGM, di Yogyakarta, Senin (10/10/2022),bertema “Mengembalikan Kembali Politik Programatik di Pemilu 2024”./Istimewa
Sekretaris Jenderal DPP PDI Perjuangan (PDIP) Hasto Kristiyanto dalam diskusi Election Corner yang diselenggarakan Fisipol UGM, di Yogyakarta, Senin (10/10/2022),bertema “Mengembalikan Kembali Politik Programatik di Pemilu 2024”./Istimewa

PDIP dan Muhammadiyah Satu Visi

PDIP dan Muhammadiyah adalah dua pihak yang secara eksplisit mendorong sistem pemilu proporsional tertutup.

Sekretaris Jenderal PDIP Hasto Kristiyanto meminta masyarakat melihat permasalahan ini secara proporsional terutama terkait konteks ketidakpastian ekonomi akibat situasi global yang makin tidak menentu.

“[Sistem pemilu] proporsional tertutup kami dorong karena juga sangat tepat dalam konteks saat ini, di mana kita dihadapkan pada ketidakpastian secara global,” ujar Hasto dalam konferensi pers di Kantor DPP PDIP, Jakarta, Selasa (3/1/2023).

Dia mengatakan Indonesia seharusnya menghemat sebanyak mungkin biaya pemilu agar dapat menghadapi risiko ekonomi global dengan mulus. Bahkan, PDIP juga telah melakukan kalkulasi terkait biaya pemilu di tengah situasi saat ini.

“Pada tahun 2024 kan ada tiga pemilu, pemilu legislatif, pilpres putaran pertama, pilpres putaran kedua, itu biayanya sekitar 3,9 triliun. Kalau dengan inflasi 10 persen saja ditambah dengan adanya Bawaslu dan sebagainya, itu perkiraan 31 triliun,” jelas Hasto.

Oleh sebab itu, dengan sistem proporsional tertutup, akan ada penghematan biaya pemilu. Alasannya, pemilu akan lebih sederhana dan kemungkinan terjadinya manipulasi serta kecurangan semakin tipis.

Sementara itu, Muhammadiyah mendorong agar pemilu menggunakan sistem proporsional tertutup atau terbuka terbatas karena dinilai lebih efisien dan efektif.

"Mekanisme pemilihannya perlu diperbaiki ke arah yang lebih efisien dan efektif, misalnya melalui sistem pemilu tertutup atau terbuka terbatas serta pemilihan eksekutif terintegrasi," cuit Sekretaris Umum PP Muhammadiyah Abdul Mu'ti di akun Twitter-nya, @Abe_Mukti, Selasa (3/12/2022).

Abdul menjelaskan, hasil Muktamar ke-48 Muhammadiyah berkesimpulan sistem dan pelaksanaan pemilu saat ini penuh masalah karena menghasilkan budaya politik uang dan politik identitas.

Oleh sebab itu, lanjutnya, tak heran jika pemilu malah melahirkan praktek oligarki kekuasaan yang secara substantif bertentangan dengan demokrasi.

"Karena itu Muhammadiyah memandang bahwa sistem proporsional terbuka dalam pemilu legislatif perlu diubah," jelasnya.

Adapun Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Hasyim Asy’ari mengatakan sebelum Pemilu 2009, sistem pemilu menggunakan sistem proporsional tertutup. Saat itu, masyarakat tak memilih langsung calon legislatif (caleg) seperti saat ini, melainkan ditunjuk oleh partai politik.

Sistem pemilu menjadi proporsional terbuka sebab putusan Mahkamah Konstitusi (MK) menetapkan demikian. Akhirnya, Undang-undang (UU) terkait pemilu direvisi dan akhirnya ditetapkan sistem pemilu proporsional terbuka.

Oleh sebab itu, Hasyim memperkirakan ada kemungkinan MK akan kembali menetapkan pemilu sistem proporsional tertutup. Apalagi, saat ini sudah ada yang mengajukan uji materi ke MK soal aturan terkait sistem pemilu proporsional terbuka itu.

“Jadi kira-kira bisa diprediksi atau ndak putusan Mahkamah Konstitusi ke depan? Ada kemungkinan, saya belum berani berspekulasi, ada kemungkinan kembali ke sistem proporsional daftar calon tertutup,” jelas Hasyim seperti yang ditayangkan kanal YouTube KPU RI, Kamis (30/12/2022).

Maka, dengan alasan itu, KPU akan melarang para bakal caleg untuk memasang foto dirinya di baliho atau sejenisnya dengan tujuan melakukan sosialisasi.

“Dengan begitu menjadi tidak relevan misalkan saya mau nyalon pasang gambar-gambar di pinggir jalan, jadi enggak relevan. Karena apa? Namanya enggak muncul lagi di surat suara. Enggak coblos lagi nama-nama calon, yang dicoblos hanya tanda gambar parpol sebagai peserta pemilu [proporsional tertutup],” ujar Hasyim.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper