Bisnis.com, JAKARTA - Pengamat kepolisian dari Institute for Security and Strategic Studies (ISESS) Bambang Rukminto menyebut beberapa aturan telah dilanggar dalam mengungkap kasus polisi tembak polisi di rumah Kadiv Propam nonaktif Irjen Pol Ferdy Sambo yang menewaskan Brigadir J.
Bambang menyebut, aturan-aturan dasar kepolisian yang dilanggar, di antaranya terkait olah tempat kejadian perkara (TKP), pelaksanaan prarekonstruksi, dan terkait penggunaan senjata api bagi personel Polri yang bertugas sebagai ajudan atau pengawal perwira tinggi.
"Itu beberapa peraturan kapolri (Perkap) yang dilanggar," kata Bambang di Jakarta, Kamis (28/7/2022).
Olah TKP
Terkait olah TKP, Bambang menjelaskan kehebohan terkait insiden Brigadir J berasal dari langkah-langkah, tindakan serta pernyataan-pernyataan yang disampaikan oleh Polri sendiri.
Dimulai dari tindakan pengambilan CCTV, olah TKP yang melanggar Peraturan Kapolri Nomor 8 Tahun 2009, menunda pengumuman kepada publik, mengalihkan isu dari penembakan menjadi pelecehan seksual, tidak menghadirkan tersangka penembakan dan kejanggalan-kejanggalan yang tidak diterima nalar publik.
Menurut dia, semua kejanggalan itu bermuara pada ketidakpercayaan kepada institusi Polri.
Baca Juga
"Kita apresiasi langkah yang diambil Kapolri, meski agak terlambat dan seolah menunggu desakan publik. Ke depan harapannya bukan hanya penonaktifan Kadiv Propam, tetapi juga semua jajaran yang terlibat dalam upaya-upaya menutupi kasus ini hingga tiga hari baru diungkap ke publik," tegasnya.
Ibu almarhum Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J, Rosti Simanjuntak (tengah) didampingi kerabatnya histeris saat mendatangi makam anaknya sebelum pelaksanaan autopsi ulang di Sungai Bahar, Muarojambi, Jambi, Rabu (27/7/2022). Autopsi ulang yang berlangsung selama enam jam itu dilakukan atas permintaan keluarga dalam mencari keadilan dan pengungkapan kasus./Antara
Prarekonstruksi
Pelanggaran terkait pelaksanaan prarekonstruksi yang dilakukan di Polda Metro Jaya dan di TKP rumah Irjen Ferdy Sambo, di Duren Tiga, Jakarta Selatan, Sabtu (23/7/2022).
Sesuai Surat Keputusan Kapolri Nomor 1205 Tahun 2000 dalam BAB III angka 8.3 SK Kapolri 1205/ 2000 diatur metode pemeriksaan dapat menggunakan teknik interview, interogasi, konfrontasi, dan rekonstruksi.
"Berdasarkan ketentuan di atas, rekonstruksi merupakan salah satu teknik dalam metode pemeriksaan yang dilaksanakan penyidik dalam proses penyidikan," katanya lagi.
Selain itu, rekonstruksi juga diatur dalam Pasal 24 ayat (3) Peraturan Kapolri Nomor 6 Tahun 2019 yang secara lengkap menyatakan: Dalam hal menguji penyesuaian keterangan para saksi atau tersangka, penyidik/penyidik pembantu dapat melakukan rekonstruksi.
Kegiatan prarekonstruksi yang dilakukan oleh Polda Metro Jaya pekan lalu menimbulkan pertanyaan, siapa saksi dan tersangkanya.
“Dalam Surat Keputusan Kapolri Nomor 1205/2000 itu tidak ada istilah prarekonstruksi,” kata Bambang.
Sejumlah orang mengangkat peti jenazah almarhum Brigadir Polisi Nofriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J saat pembongkaran makam di Sungai Bahar, Muarojambi, Jambi, Rabu (27/7/2022). ANTARA FOTO/Wahdi Septiawan/wsj.
Senjata Api
Kemudian, terkait penggunaan senjata api oleh Bharada Richard Eliezer (Bharada E) selaku ajudan Irjen Pol Ferdy Sambo, menurut Bambang hal itu tidak sesuai dengan peraturan dasar kepolisian.
Dalam peraturan dasar kepolisian, tamtama penjagaan hanya diperbolehkan membawa senjata api (laras panjang), ditambah sangkur.
Menurut dia, pemberian rekomendasi penggunaan senjata api tentu disesuaikan dengan peran dan fungsi tugasnya. Maka dari itu, peran Bharada E dipertanyakan. Apakah sebagai petugas yang menjaga rumah dinas, sopir atau ajudan.
Apabila tugasnya sebagai penjaga diperbolehkan membawa senjata api laras panjang ditambah sangkur atau sesuai ketentuan. Berbeda jika personel tersebut bertugas sebagai sopir, akan dipertanyakan urgensi penggunaan senjata api melekat dengan jenis otomatis seperti Glock.
“Kalau sebagai ajudan, apakah ajudan perwira tinggi sekarang diubah cukup minimal level tamtama, dan apakah ajudan perlu membawa senjata api otomatis seperti Glock dan sebagainya,” kata Bambang.
Dia mengatakan, penting petunjuk pelaksanaan terkait penggunaan senjata api tersebut, agar tidak terjadi penyalahgunaan.
Tewasnya Brigadir J harus menjadi bahan evaluasi agar ke depan tidak muncul insiden senjata api personel yang bisa menimbulkan korban meninggal dunia.
“Sementara ini saya juga belum menemukan detail aturan terkait penggunaan masing-masing senjata api dalam Perkap Nomor 1 Tahun 2022, jenis apa, untuk siapa, dan bagaimana aturan pengawasannya,” kata Bambang.
Saat dikonfirmasi terpisah, Kepala Divisi Humas Polri Irjen Pol Dedi Prasetyo mengatakan tim khusus pada saat ini fokus pada penuntasan kasus polisi tembak polisi dengan melakukan penyidikan secepatnya dan dapat dibuktikan secara ilmiah (scientific crime investigation/SCI).
“Percepat sidiknya sambil menunggu hasil laboratorium forensik dan dokter forensik hasil autopsi kemarin,” kata Dedi.