Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Pengamat Ungkap Ancaman Terbesar Pemilu 2024

Direktur Eksekutif Voxpol Center Research & Consulting Pangi Syarwi Chaniago membeberkan ancaman terbesar pada Pemilu 2024.
Pangi Syarwi Chaniago./Antara
Pangi Syarwi Chaniago./Antara

Bisnis.com, JAKARTA — Direktur Eksekutif Voxpol Center Research & Consulting Pangi Syarwi Chaniago menilai ancaman terbesar untuk Pemilu 2024 adalah ambang batas pencalonan presiden atau presidential threshold (PT) sebesar 20 persen.

Untuk diketahui, PT diatur dalam UU No. 7/2017 (UU Pemilu) Pasal 222. Disebutkan bahwa hanya partai politik (parpol) atau gabungan parpol yang memperoleh setidaknya 20 persen jumlah kursi di DPR yang dapat mengajukan pasangan calon presiden (capres) dan wakil presiden (cawapres) dalam Pemilu.

Menurut Pangi, PT 20 persen merupakan penyebab polarisasi masyarakat karena menutup kemungkinan munculnya banyak capres. Dia mencontohkan pada Pemilu 2014 dan 2019 yang hanya terdapat dua kandidat capres. Akibatnya, lanjut Pangi, isu identitas seperti agama akan sangat mudah dijadikan komoditas politik.

“Kalau saya mencermatinya bahwa biang kerok dari politik identitas, keterbelahan, dan polarisasi ya presidential threshold. Itu kan menjadi cikal bakal, embrionya. Jadi kalau kita lihat apa penyebabnya, jangan kita ributkan keterbelahan publiknya. Cuma dua calon presiden gimana enggak terbelah, sangat mudah dipantik dengan isu-isu seperti itu [politik identitas],” jelas Pangi saat dihubungi Bisnis, dikutip Kamis (28/7/2022).

Dia yakin jika PT masih dipertahankan 20 persen maka besar kemungkinan hanya akan ada dua capres pada Pemilu 2024. Oleh sebab itu, Pangi khawatir politik identitas tetap jadi isu yang masif digunakan pada Pemilu 2024.

Pangi berharap para parpol yang tak punya banyak kursi di parlemen mau bekerja sama dan melakukan uji materi PT 20 persen ke Mahkamah Konstitusi (MK). Jika akhirnya MK bersedia menurunkan angka PT maka besar kemungkinan akan banyak capres yang bersaing di Pemilu 2024. Dengan begitu, jelas Pangi, politik identitas tak akan terlalu berguna.

“Nah kalau presidential threshold-nya rendah maka potensi kecenderungan kita akan terjadinya perpecahan, keterbelahan, polarisasi, dan seterusnya itu makin turun, karena apa? Karena akan punya banyak calon presiden, apalagi fresh from oven, orang-orang baru, orang-orang yang bisa mewakili setiap partai punya calon presiden, itu kan bagus gitu,” ujarnya.

Pangi menambahkan, salah satu alasan angka PT dibuat besar untuk memastikan koalisi presiden di parlemen juga besar. Dengan begitu kerja pemerintah tak akan terhambat.

Meski demikian, ujar Pangi, seharusnya Pemilu 2019 bisa jadi contoh, sebab setelah pemerintahan Jokowi-Ma’ruf terbentuk banyak partai yang sebelum jadi lawan berbelok jadi kawan, seperti Gerindra dan PAN. Sehingga, menurut Pangi, penetapan PT 20 persen sudah tak relevan.

“Mayoritas suara parlemen yang tidak terlalu besar jumlah kursinya itu di tengah jalan juga ditambah nanti itu gelembungnya kalau kita membangun koalisi setelah presiden terpilih. Tidak usah khawatir presidennya,” tegasnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper