Bisnis.com, JAKARTA - Ketua Badan Kerja Sama Antar Parlemen (BKSAP) Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) Fadli Zon mengutuk keras tindakan junta militer Myanmar yang telah mengeksekusi mati empat aktivis demokrasi. Tindakan tersebut menuai kecaman internasional yang luas, termasuk dari Amerika Serikat dan negara Barat lainnya.
"Saya mengutuk keras dan sangat marah atas eksekusi tersebut. Semua komunitas global termasuk ASEAN harus mengutuk tindakan melanggar hukum tersebut. Harus segera ada tindakan untuk memaksa junta mematuhi hukum humaniter internasional, hukum hak asasi manusia internasional, dan instrumen hukum internasional terkait," ujar Fadli dalam ketarangannya kepada wartawan, Selasa (26/7/2022).
Lebih lanjut mantan Wakil Ketua DPR itu menekankan bahwa situasi saat ini di Myanmar memerlukan langkah global kolektif yang lebih kuat untuk memulihkan demokrasi di Myanmar.
"Sudah waktunya untuk bertindak sekarang mengakhiri tindakan sewenang-wenang dan tidak manusiawi Junta. Ini momen tepat untuk menyerukan lagi restorasi demokrasi di Myanmar dan untuk melindungi hak asasi manusia orang-orang di sana," ujarnya.
Baca Juga
Rezim Junta Myanmar, sambung Fadli, harus segera membebaskan mereka yang ditahan secara tidak adil termasuk anggota parlemen yang terpilih secara demokratis, dan membuka keran pemulihan demokrasi secara damai, sesuai keinginan rakyat Myanmar.
Di sisi lain, Fadli Zon menyampaikan bahwa sebagai bagian dari upaya berkelanjutan Indonesia untuk mendukung pemulihan stabilitas dan demokrasi di Myanmar, DPR terus berkomitmen kuat untuk menjadikan isu Myanmar sebagai salah satu isu prioritas dalam pembahasan di ragam forum parlemen seperti di Inter-Parliamentary Union (IPU) dan ASEAN Inter-Parliamentary Assembly (AIPA).
"Tahun depan DPR RI akan memegang keketuaan forum parlemen ASEAN atau AIPA. Kami seperti sebelum-sebelumnya berkomitmen menjadikan pemulihan demokrasi dan perlindungan hak asasi manusia di Myanmar menjadi salah satu agenda prioritas pembahasan di AIPA," ungkap legislator dari Komisi Luar Negeri itu.