Bisnis.com, JAKARTA - Presiden negeri Petrodollar, Uni Emirat Arab (UEA) Sheikh Khalifa bin Zayed Al Nahyan tutup usia pada usia 73 tahun pada Jumat (13/5). Wafatnya sang Presiden disampaikan Kementerian Urusan Kepresidenan UEA dalam pernyataan resmi.
"Kementerian Kepresidenan mengumumkan 40 hari berkabung dengan bendera setengah tiang, tiga hari penutupan kementerian dan entitas resmi di tingkat federal dan lokal dan sektor swasta," tulis akun twitter resmi Kementerian Kepresidenan UAE, dikutip dari Al Jazeera, Sabtu (14/5/2022).
Sosok Sheikh Khalifa jarang terlihat di muka umum sejak menderita stroke pada 2014. Dia dan saudaranya, Putra Mahkota Abu Dhabi Mohammed bin Zayed (dikenal sebagai MBZ) merupakan penguasa de facto dan pembuat keputusan keputusan kebijakan luar negeri negara itu. UEA misalnya memutuskan bergabung dengan perang yang dipimpin Arab Saudi di Yaman dan mempelopori embargo terhadap negara Qatar dalam beberapa tahun terakhir.
Menurut MBZ, berpulangnya Sheikh Klalifa bin Zayed adalah duka bagi UAE. “UEA telah kehilangan putra dan pemimpinnya yang saleh," kata Kementerian Kepresidenan melalui akun twitter nya. MBZ juga memuji kebijaksanaan dan kemurahan hati Khalifa.
Di bawah konstitusi, Wakil Presiden dan Perdana Menteri Sheikh Mohammed bin Rashid Al Maktoum, penguasa Dubai, akan bertindak sebagai presiden. Jabatan ini berlaku hingga dewan federal yang terdiri dari para penguasa tujuh emirat bertemu dalam waktu 30 hari untuk memilih presiden baru.
Para pemimpin negara-negara Arab, termasuk raja Bahrain, presiden Mesir dan perdana menteri Irak menyampaikan ucapan belasungkawa.
Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken menyampaikan belasungkawa atas kematian Sheikh Khalifa, yang dia gambarkan sebagai "teman sejati Amerika Serikat".
“Kami sangat menghargai dukungannya dalam membangun kemitraan luar biasa yang dinikmati negara kami hari ini. Kami berduka atas kepergiannya, menghormati warisannya, dan tetap berkomitmen pada persahabatan dan kerja sama kami yang teguh dengan Uni Emirat Arab,” kata Blinken.
Sheikh Khalifa berkuasa pada tahun 2004 di emirat terkaya Abu Dhabi dan menjadi kepala negara. Dia diharapkan akan digantikan sebagai penguasa Abu Dhabi oleh Putra Mahkota Sheikh Mohammed.
Abu Dhabi, yang memegang sebagian besar kekayaan minyak negara Teluk, telah memegang kursi kepresidenan sejak pendirian federasi UEA oleh ayah Sheikh Khalifa, mendiang Sheikh Zayed bin Sultan Al Nahyan, pada tahun 1971.
Sheikh Khalifa banyak menggunakan kekayaan minyak Abu Dhabi untuk menarik pusat budaya dan akademik, seperti cabang Museum Louvre dan kampus satelit Universitas New York dan Sorbonne. Dia juga memimpin upaya untuk memindahkan negara OPEC di luar ketergantungannya pada petrodollar dengan investasi dalam penelitian energi terbarukan, termasuk rencana untuk kota gurun rendah karbon futuristik yang dikenal sebagai Masdar.