Bisnis.com, JAKARTA -- Togar Sitanggang berang saat Musim Mas Group dituding sebagai salah satu biang kerok kelangkaan minyak goreng. Dia merasa permintaan konfirmasi dari Bisnis terkesan tendensius.
"Anda secara spesifik sudah menuduh Sunco melakukan hal yang tidak wajar," kata General Manager (GM) bagian General Affairs PT Musim Mas pada 20 Maret lalu. "Untuk apa saya konfirmasi ke media."
Sunco adalah merek dagang minyak goreng milik Musim mas. Berdasarkan informasi yang dihimpun Bisnis, produsen diduga sengaja menahan peredaran minyak goreng saat pemerintah menetapkan kebijakan harga eceran tertinggi (HET) Rp14.000 dan domestic market obligation alias DMO.
Kebijakan HET minyak goreng Rp14.000 tertuang dalam Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) No.6/2022. Beleid ini muncul ketika terjadi gelojak harga dan kelangkaan minyak goreng yang membuat masyarakat kalangkabut.
"Anda belum selesai dengan saya ya," ujarnya.
Togar belakangan ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan korupsi perizinan eksportasi minyak sawit atau minyak goreng oleh Kejaksaan Agung (Kejagung).
Baca Juga
Dia diduga terlibat kongkalikong dengan Direktur Jenderal (Dirjen) Perdagangan Luar Negeri (Daglu) Kementerian Perdagangan Indrasari Wisnu Wardhana terkait izin ekspor minyak sawit mentah dan produk turunannya.
Menariknya, Togar tak sendiri. Pasalnya dalam kasus tersebut, penyidik tindak pidana khusus Kejagung juga menetapkan dua tersangka lainnya dari korporasi yang berbeda, termasuk Indrasari Wisnu Wardana.
Dua tersangka lain yakni Komisaris Utama PT Wilmar Nabati Indonesia Master Parulian Tumanggor dan Senior Manager Corporate Affair Permata Hijau Grup Stanley MA.
"Keempat tersangka tersebut langsung dilakukan upaya penahanan selama 20 hari ke depan," tegas Jaksa Agung ST Burhanuddin di Kejagung, Selasa (19/4).
Burhanuddin mengungkapkan pola korupsi yang diduga dilakukan oleh keempat tersangka itu. Dia menjelaskan bahwa telah terjadi pemufakatan jahat antara pemohon dan pemberi izin untuk menerbitkan persetujuan ekspor Crude Palm Oil (CPO).
Padahal, kata Burhanuddin, pemohon ekspor itu seharusnya ditolak karena tidak memiliki syarat sebagai eksportir antara lain mendistribusikan CPO atau RBD Palm Oil yang tidak sesuai dengan harga penjualan dalam negeri (DMO) dan kewajiban DMO sebesar 20 persen ke dalam negeri dari total ekspor.
Pada Januari lalu pemerintah mewajibkan setiap produsen sawit wajib memenuhi DMO sebesar 20 persen. Angka DMO naik menjadi 30 persen. Namun belakangan pemerintah mencabut aturan DMO dan menggantinya dengan kenaikan pungutan ekspor.
"Jadi mereka bermufakat jahat untuk mendapatkan izin tersebut," katanya.
Kronologi Penyidikan
Sementara Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Fabrie Adriansyah menyatakan bahwa penetapan 4 orang tersangka merupakan hasil dari gerak cepat aparat kejaksaan dalam memburu pemain nakal di industri sawit dan minyak goreng.
Febrie menjelaskan proses pengungkapan perkara itu bermula dari fenomena kelangkaan minyak goreng. Penyidik Kejagung telah melakukan penyelidikan ke beberapa tempat dan hasilnya perusahaan-perusahaan tersebut tidak memenuhi DMO.
"Kami kemudian telah menemukan alat bukti yang cukup persetujuan ekspor oleh kemendag khususnya oleh IWS dilakukan dengan cara melawan hukum,” tegas Febrie.
Bekas Kepala Kejaksaan Tinggi (Kajati) DKI Jakarta itu memaparkan bahwa kasus ini menjadi konsentrasi penyidik karena kebijakan minyak goreng termasuk sektor strategis.
"Ini menjadi konsentrasi kami, apabila ada kebijakan yang menyangkut masyarakat banyak pasti akan kami tindak tegas," ujar Febrie di Kantor Kejaksaan Agung.
Febrie juga menegaskan bahwa keempat tersangka untuk sementara dijerat dengan Pasal 2 dan ayat 3 Undang-undang Tindak Pidana Korupsi alias Tipikor.
"Kita tetap sangkakan pasal 2 dan 3 UU Tipikor, ini yang kita kenakan adalah kerugian perekonomian negara," ujarnya.
Pasal 2 dan ayat 3 UU Tipikor mengatur bahwa seseorang yang telah melakukan tindak pidana korupsi dihukum maksimal penjara 20 tahun dan denda maksimal Rp1 miliar.
Sementara, pasal pemberatan diatur dalam Pasal 2 ayat 2 UU Tipikor. Penjelasan pasal itu intinya seorang tersangka bisa dikenakan hukuman mati jika tindak pidana tersebut dilakukan dalam kondisi darurat.
Hormati Proses Hukum
Wilmar Grup atau PT Wilmar Nabati Indonesia angkat suara terkait penetapan tersangka komisarisnya Parulian Tumanggor oleh Kejaksaan Agung (Kejagung) terkait ekspor minyak kelapa sawit.
Wilmar Grup mengatakan pihaknya mendukung sepenuhnya penegakan hukum yang menjerat petingginya tersebut.
“Kami mendukung sepenuhnya penegakan hukum dilakukan oleh Kejaksaan Agung terkait dengan izin persetujuann ekspor produk sawit,” tulis Wilmar Group dalam siaran tertulisnya, Selasa (19/4/2022).
Wilmar Grup mengklaim pihaknya selama ini telah mematuhi semua peraturan yang berlaku terkait dengan persetujuan ekspor minyak kelapa sawit. “Kami akan senantiasa kooperatif mendukung kebijakan pemerintah,” lanjut Wilmar Grup.
Sementara itu, PT Musim Mas masih bungkam soal penetapan GM bagian General Affairs PT Musim Mas, Togar Sitanggang. Rapolo Hutabarat, Corporate Affairs Musim Mas Grup enggan berkomentar soal kasus tersebut.
“Maaf, enggak dulu yah,” ucap Ketua Asosiasi Produsen Olechemical Indonesia (Apolin) itu saat ditemui di acara Buka Puasa Gapki di Jakarta, Selasa (19/4/2022).
Adapun Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi menegaskan, tetap dan terus mendukung proses hukum yang dilakukan Kejaksaan Agung terkait dugaan gratifikasi atau suap pemberian izin penerbitan ekspor (PE) minyak goreng.
"Kementerian Perdagangan mendukung proses hukum yang tengah berjalan saat ini. Kementerian Perdagangan juga siap untuk selalu memberikan informasi yang diperlukan dalam proses penegakkan hukum,” kata Lutfi dalam keterangan tertulisnya