Bisnis.com, JAKARTA--Kejaksaan Agung (Kejagung) mempertimbangkan untuk mengenakan pasal pemberatan kepada keempat tersangka kasus eksportasi CPO atau minyak goreng.
Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Febrie Adriansyah memaparkan bahwa pembertan menjadi konsentrasi penyidik karena kebijakan minyak goreng termasuk sektor strategis.
"Ini menjadi konsentrasi kami, apabila ada kebijakan yang menyangkut masyarakat banyak pasti akan kami tindak tegas," ujar Febrie di Kantor Kejaksaan Agung, Jumat (22/4/2022).
Febrie juga menegaskan bahwa keempat tersangka untuk sementara dijerat dengan Pasal 2 dan ayat 3 Undang-undang Tindak Pidana Korupsi alias Tipikor.
"Kita tetap sangkakan pasal 2 dan 3 UU Tipikor, ini yang kita kenakan adalah kerugian perekonomian negara," ujarnya.
Pasal 2 dan ayat 3 UU Tipikor mengatur bahwa seseorang yang telah melakukan tindak pidana korupsi dihukum maksilmal penjara 20 tahun dan denda maksimal Rp1 miliar.
Baca Juga
Sementara, pasal pemberatan diatur dalam Pasal 2 ayat 2 UU Tipikor. Penjelasan pasal itu intinya seorang tersangka bisa dikenakan hukuman mati jika tindak pidana tersebut dilakukan dalam kondisi darurat.
Penetapan Tersangka
Sekadar informasi, Kejagung menetapkan empat orang tersangka dan langsung ditahan terkait perkara dugaan tindak pidana kasus korupsi pemberian fasilitas ekspor crude palm oil (CPO) bulan Januari 2021-Maret 2022.
Jaksa Agung Sanitiar (ST) Burhanuddin menyebut bahwa tim penyidik Kejagung telah mendapatkan alat bukti yang cukup untuk menetapkan keempat orang tersebut sebagai tersangka kasus korupsi pemberian fasilitas ekspor CPO.
Burhanuddin juga membeberkan bahwa keempat tersangka itu adalah Dirjen Perdagangan Luar Negeri pada Kementerian Perdagangan Indrashari Wisnu Wardhana, Komisaris Utama PT Wilmar Nabati Indonesia Master Parulian Tumanggor, Senior Manager Corporate Affair Permata Hijau Grup Stanley MA dan Pierre Togar Sitanggang selaku General Manager di Bagian General Affair PT Musim Mas.
"Terhadap keempat tersangka tersebut langsung dilakukan upaya penahanan selama 20 hari ke depan," tegas Burhanuddin di Kejagung, Selasa (19/4/2022).
Burhanuddin mengungkapkan pola korupsi yang diduga dilakukan oleh keempat tersangka itu. Dia menjelaskan bahwa telah terjadi pemufakatan jahat antara pemohon dan pemberi izin untuk menerbitkan persetujuan ekspor CPO.
Padahal, kata Burhanuddin, pemohon ekspor itu seharusnya ditolak karena tidak memiliki syarat sebagai eksportir antara lain mendistribusikan CPO atau RBD Palm Oil yang tidak sesuai dengan harga penjualan dalam negeri (DMO) dan kewajiban DMO sebesar 20 persen ke dalam negeri dari total ekspor.
"Jadi mereka bermufakat jahat untuk mendapatkan izin tersebut," katanya.