Bisnis.com, JAKARTA – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan mantan Bupati Tabanan Ni Putu Eka Wiryastuti sebagai tersangka perkara korupsi dana insentif daerah (DID) Tabanan, Bali tahun 2018.
Ni Putu Eka Wiryastuti adalah Bupati Tabanan dua periode. Eka menggantikan ayahnya sebagai Bupati Tabanan I Nyoman Adi Wiryatama, yang juga menjabat sebagai bupati selama dua periode yakni dari tahun 2000 hingga 2010.
Sementara Eka Wiryastuti menjabat dari 2010 hingga 2021. Keduanya sama-sama dikenal sebagai politikus PDIP. Nyoman Adi Wiryatama sendiri saat ini menjabat sebagai Ketua DPRD Bali.
Adapun Wakil Ketua KPK Lili Pintauli Siregar mengatakan bahwa kasus ini adalah perkara pengembangan sebelumnya yang juga telah menetapkan mantan Kepala Seksi Pengembangan Pendanaan Kawasan Perumahan dan Pemukiman Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan Yaya Purnomo dan kawan-kawan sebagai tersangka.
“KPK mengumumkan tersangka sebagai berikut. NPEW [Ni Putu Eka Wiryastuti], Bupati Tabanan periode 2010-2015 dan periode 2016-2021. IDNW [I Dewa Nyoman Wiratmaja], dosen. RS [Rifa Surya], Kepala Seksi Dana Alokasi Khusus Fisik II Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan Kementerian Keuangan tahun 2017,” katanya melalui konferensi pers, Kamis (24/3/2022).
Berdasarkan konstruksi perkara, Lili menjelaskan bahwa diduga terjadi NPEW dalam melaksanakan tugasnya mengangkat IDNW sebagai staf khusus bidang ekonomi dan pembangunan.
Baca Juga
Sekitar Agustus 2017, ada inisiatif NPEW untuk mengajukan permohonan DID dari pemerintah pusat senilai Rp65 miliar.
Untuk merealisasikan keinginannya tersebut, NPEW memerintahkan IDNW menyiapkan seluruh kelengkapan administrasi permohonan pengajuan dana DID dan menemui serta berkomunikasi dengan beberapa pihak yang dapat memuluskan usulan tersebut.
Pihak yang ditemui IDNW yaitu Yaya Purnomo dan RS yang diduga memiliki kewenangan dan dapat mengawal usulan dana DID untuk Kabupaten Tabanan tahun 2018.
“Yaya Purnomo dan tersangka RS kemudian diduga mengajukan syarat khusus untuk mengawal usulan Dana DID pada IDNW dengan meminta sejumlah uang sebagai fee dengan sebutan dana adat istiadat. Permintaan ini lalu diteruskan IDNW pada NPEW dan mendapat persetujuan,” jelasnya.
Nilai fee yang ditentukan Yaya Purnomo dan RS, tambah Lili, diduga sebesar 2,5 persen dari alokasi dana DID yang nantinya akan didapat Kabupaten Tabanan di Tahun Anggaran 2018.
Sekitar Agustus sampai Desember 2017, diduga dilakukan penyerahan uang secara bertahap oleh IDNW pada Yaya Purnomo dan RS di salah satu hotel di Jakarta.
“Pemberian uang oleh NPEW melalui IDNW diduga sejumlah sekitar Rp600 juta dan USD55.300,” terang Lili.
Lili menuturkan bahwa saat ini penyidik masih akan terus melakukan pendalaman dugaan adanya aliran uang pada pihak lain yang diduga juga punya andil dalam pengurusan dana DID untuk Kabupaten Tabanan tahun anggaran 2018.
Atas perbuatannya, NPEW dan IDNW sebagai pihak pemberi disangkakan melanggar Pasal 5 ayat 1 huruf a atau huruf b atau Pasal 13 UU No. 31/1999 sebagaimana telah diubah dengan UU No. 20/2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP Jo Pasal 64 ayat 1 KUHP.
“RS sebagai pihak penerima disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 11 UU No. 31/1999 sebagaimana telah diubah dengan UU No. 20/2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP Jo Pasal 64 ayat 1 KUHP.