Bisnis.com, JAKARTA - Ukraina menolak ultimatum Rusia yang memerintahkan pasukan dan warga setempat untuk meletakkan senjata sebelum pukul 05:00 pagi waktu Moskow di kota Mariupol yang sudah terkepung.
Mereka tidak menggubris ancaman pihak Rusaia meskipun diberi akses jalan yang aman hingga keluar dari kota pelabuhan itu jika mematuhi ultimatum tersebut.
Penolakan atas ultimatum oleh warga Ukraina dilakukan karena tidak ada hak Rusia untuk meminta penyerahan kota pelabuhan yang strategis itu.
Sekitar 300.000 orang diyakini terjebak di sana dengan persediaan makanan hampir habis dan bantuan diblokir untuk masuk sebagaimana dikutip BBC.com, Senin (21/3/2022).
Sebelumnya, warga juga telah mengalami pengeboman oleh pasukan Rusia selama berminggu-minggu tanpa listrik atau air yang mengalir.
Ultimatum Rusia itu disampaikan pada hari Minggu (20/3/2022) oleh Jenderal Mikhail Mizintsev, yang mengatakan Ukraina memiliki waktu hingga pukul 05:00 waktu Moskow (02:00 GMT) pada Senin pagi untuk menerima persyaratannya.
Baca Juga
Berdasarkan perintah itu, pasukan Rusia akan membuka koridor aman dari Mariupol dari pukul 10:00 waktu Moskow (07:00 GMT). Tujuannya agar pasukan Ukraina dan "tentara bayaran asing" menyerahkan senjata dan meninggalkan kota.
Setelah dua jam, pasukan Rusia mengatakan mereka akan mengizinkan konvoi kemanusiaan dengan makanan, obat-obatan, dan persediaan lainnya untuk memasuki kota dengan aman, setelah pembersihan ranjau jalan selesai.
Jenderal Mizintsev mengakui bahwa bencana kemanusiaan yang mengerikan sedang berlangsung di sana. Menurutnya, tawaran itu akan memungkinkan warga sipil untuk melarikan diri dengan aman ke timur atau barat.
Menanggapi tawaran itu, Wakil Perdana Menteri Ukraina Iryna Vereshchuk mengatakan Ukraina tidak akan berhenti membela Mariupol.
"Tidak ada (hak Rusia) untuk memerintahkan tentang penyerahan, peletakan senjata," katanya seperti dikutip oleh media lokal Ukrainska Pravda.