Politisasi Penjabat Kepala Daerah
Akan tetapi, profesor peneliti yang juga pengamat politik dari Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Siti Zuhro mengingatkan agar tidak terjadi politisasi dalam menempatkan para pjs nantinya.
Menurutnya, lebih baik masa jabatan gubernur, bupati atau wali kota yang berakhir sebelum Pemilu 2024 diperpanjang karena lebih banyak manfaat daripada mudaratnya. Apalagi, dari sisi efisiensi biaya dan gangguan politisnya.
Selain tidak bisa menjamin keberlanjutan program pejabat sebelumnya, bisa saja penjabat baru natinya dapat penolakan dari masyarakat karena kuatnya kepentingan politik. Apalagi kalau nanti ada proses seleksi. Dia mengakui ada positif dan negatif kalau jabatan kepala daerah diperpanjang.
“Tapi secara hitungan tidak capai mencari penjabat kalau jabatan lama diperpanjang, tapi kalau diseleksi, pasti ada nuansa politiknya karena memang penempatan kepala daerah merupakan proses politik. Apalagi kalau ada orang yang tidak pernah memimpin daerah, tiba-tiba jadi kepala daerah,” ujarnya kepada Bisnis ketika dimintai pendapatnya soal dinamika Pemilu 2024.
Artinya, memperpanjang masa jabatan pemimpin daerah saat ini dinilai lebih tepat ketimbang menempatkan penjabat sementara yang rawan kepentingan, kata Siti Zuhro. Belum lagi kerepotan pemerintah dan pemerintah provinsi mencari stok 272 pemimpin daerah yang punya kualifikasi untuk menjadi penjabat kepala daerah.
Hanya saja, kalau jabatan kepala daerah akan diperpanjang, maka diperlukan payung hukum, sehingga tidak bermasalah nantinya.
“Yang penting, jangan sampai ada timbul kesan bahwa menempatan penjabat itu bertujuan untuk sekadar memutus mata rantai preferensi orang pada calon presiden tertentu,” katanya merujuk pada ketiga calon presiden yang sudah digadang-gadang tersebut.