Bisnis.com, JAKARTA – Menteri Hukum dan HAM (Menkumham) Yasonna Laoly akan menandatangani Perjanjian Ekstradisi Indonesia-Singapura, di Bintan, Kepulauan Riau, Selasa (25/1/2022).
Yasonna menjelaskan, ruang lingkup Perjanjian Ekstradisi Indonesia – Singapura adalah kedua negara sepakat untuk melakukan ekstradisi bagi setiap orang yang ditemukan berada di wilayah negara diminta dan dicari oleh negara peminta.
Buronan itu kemudian bisa dibawa ke negara peminta untuk penuntutan atau persidangan atau pelaksanaan hukuman untuk tindak pidana yang dapat diekstradisi.
“Perjanjian Ekstradisi ini akan menciptakan efek gentar (deterrence) bagi pelaku tindak pidana di Indonesia dan Singapura,” ungkap Yasonna, Selasa (25/1/2022).
Selain itu, sambung Yasonna, dengan adanya Perjanjian Ekstradisi Indonesia – Singapura ini akan mempersempit ruang gerak pelaku tindak pidana di Indonesia dalam melarikan diri.
Adapun antara Indonesia dan Singapura telah terikat dalam Perjanjian Bantuan Timbal Balik Masalah Pidana (Mutual Legal Assistance in Criminal Matters/MLA) antara negara anggota ASEAN tahun 2008.
Baca Juga
“Apabila kedua negara dapat dengan segera meratifikasi Perjanjian Ekstradisi yang ditandatangani maka lembaga penegak hukum kedua negara dapat memanfaatkan Perjanjian Ekstradisi ini dalam upaya mencegah dan memberantas tindak pidana yang bersifat lintas batas negara seperti korupsi dan terorisme,” ujarnya.
Delapan Pengemplang BLBI
Pemerintah Indonesia saat ini tengah memburu delapan pengemplang BLBI yang ditengarai telah bermukim di negeri jiran tesebut.
KBRI Singapura bahkan telah mengirim surat panggilan kepada 8 obligor Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI).
Dalam catatan Bisnis, pihak KBRI menjelaskan bahwa dari 8 surat yang disampaikan, hanya 5 yang sampai ke tangan para pengemplang BLBI. Kelimanya antara lain Sjamsul Nursalim, Setiawan Harjono, Sujanto Gondokusumo, Trijono Gondokusumo dan Kwan Benny Ahadi.
Sementara 3 surat lainnya yakni Kaharudin Ongko, Agus Anwar dan Hendrawan Harjono dikembalikan karena orang yang dimaksud tidak berada di alamat tersebut.
"Kami telah berkoordinasi dengan Satgas BLBI di Jakarta, dan telah mengirimkan surat-surat pemanggilan kepada mereka sesuai permintaan satgas," ungkap Pensosbud KBRI Singapura Ratna Lestari kepada Bisnis, Rabu (15/9/2021).
Dalam catatan Satgas, Agus Anwar memiliki tempat tinggal di 391A Orchad Road Tower A#24-01 Ngee Ann City, Singapore 238873. Kaharudin Ongko juga memiliki alamat di kawasan Peterson Hill, Singapura.
Sementara, duo Bank Aspac yakni Setiawan dan Hendrawan masing-masing memiliki alamat di Peninsula Plaza, North Bridge Road, Singapura dan 4 Shenton Way, SGX Centre 2, Singapura.
Setiawan Harjono dan Hendrawan Harjono, duo petinggi Bank Asia Pacifik (Aspac), dipanggil terkait hak tagih BLBI senilai Rp3,57 triliun.
Sementara Agus Anwar adalah eks pemilik Bank Pelita. Dia dipanggil terkait tagihan BLBI hampir Rp740 miliar.
Adapun pemanggilan Kaharudin Ongko oleh Satgas terkait hak tagih BLBI senilai Rp8,2 triliun. Jumlah itu terdiri atas hak tagih atas nama Bank Arya Panduartha senilai Rp359,4 miliar dan Bank Umum Nasional senilai Rp7,8 triliun.
Dalam pekembangannya, sebagian besar obligor telah memenuhi panggilan Satgas BLBI baik datang langsung maupun diwakili oleh penasihat hukumnya, termasuk Sjamsul Nursalim.
Berikut daftar buruan Satgas BLBI yang telah dipanggil untuk melunasi utang BLBI:
1) Setiawan Harjono (Bank Aspac) nilai tagihan Rp3,57 triliun.
2) Hendrawan Harjono (Bank Aspac).
3) Sjamsul Nursalim (Bank Dewa Rutji) Rp470,8 miliar.
4) Kaharudin Ongko (Bank Arya Panduartha & Bank Umum Nasional) nilai tagihan Rp8,2 triliun.
5) Agus Anwar (Bank Pelita Istismarat) nilai tagihan hampir Rp740 miliar.
6) Sujanto Gondokusumo (Bank Dharmala) Rp822,2 miliar.
7) Trijono Gondokusumo (Bank Putera Surya Perkasa) Rp4,8 triliun.
8) Kwan Benny Ahadi (Bank Orient) Rp143,3 miliar.