Bisnis.com, JAKARTA —Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan menyebut Indonesia sebagai kekuatan penyeimbang yang kuat dalam kemelut konflik di Laut China Selatan.
Luhut mengaku telah memperingatkan Menteri Luar Negeri Amerika Serikat Antony Blinken saat pertemuan yang berlangsung pada Selasa kemarin.
"Saya bicara kepada Blinken, selama ini kalian enggak pernah menghitung Indonesia. Tapi kalau kamu enggak menghitung ya enggak apa-apa, kami survive juga kok," ujar Luhut dalam acara Bisnis Indonesia Business Challanges (BIBC), Rabu (15/12/2021).
Menko Luhut menegaskan bahwa Indonesia tak memiliki masalah terkait tumpang tindih klaim di kawasan perairan Laut China Selatan. Posisi Indonesia, menurutnya, sangat tegas dan tak akan kompromi jika wilayahnya diusik oleh negara lain.
"Kita posisinya jelas, Indonesia penyeimbang yang kuat," jelasnya.
Sebelumnya, Menlu AS mengadakan pertemuan dengan sejumlah pejabat penting di Indonesia dua di antaranya Menko Luhut dengan Menteri Luar Negeri RI (Menlu) Retno Marsudi.
Pertemuan itu membahas beberapa isu di antaranya terkait kemitraan strategis Indonesia-AS, hingga dukungan AS kepada Indonesia dalam penanganan pandemi Covid-19.
“Saya ingin mulai dengan pembahasan isu bilateral. Pertama, AS adalah mitra strategis Indonesia. Kita berkomitmen untuk terus memperkuat kerjasama konkret yang saling menguntungkan dan saling menghormati,” kata Retno dikutip dari laman Kemlu, Selasa (14/12/2021).
Menurutnya, dengan banyaknya shared values yang dimiliki oleh kedua negara, diyakini kerja sama konkrit kemitraan strategis akan terus menguat.
“Demokrasi, misalnya, adalah satu shared value yang dimiliki dua negara,” katanya.
Isu kedua yang dibahas adalah komitmen untuk meningkatkan kerja sama ekonomi. Menlu Retno menyampaikan bahwa Indonesia-AS memiliki komitmen yang kuat untuk terus meningkatkan kerja sama perdagangan dan investasi.
Retno memerinci, angka perdagangan kedua negara Januari-Oktober 2021 mencapai US$29,6 miliar yang mengalami kenaikan 33,9 persen jika dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu.
Tahun 2020, sambungnya, investasi AS di Indonesia mencapai US$749,7 juta, sedangkan pada periode Januari-September 2021 sudah mencapai US$1,3 miliar atau meningkat 73 persen.
Indonesia juga telah menyampaikan harapan yakni fasilitas GSP tetap dapat diberikan oleh AS. Pasalnya, kata Retno, investasi di Indonesia sangat terbuka lebar, baik di bidang kesehatan, digital dan transisi energi.
“Saya juga sampaikan sebagai tindak lanjut dari Supply Chain Summit di Glasgow, dimana Presiden RI diundang oleh Presiden Biden, maka Indonesia mengusulkan pembentukan Task Force on Supply Chain,” ujarnya.
Retno juga menyampaikan di bidang pembangunan, Indonesia mengapresiasi komitmen AS dalam Millennium Challenge Corporation (MCC) Compact-2 untuk proyek pembangunan berkelanjutan di Indonesia yaitu pembangunan ekonomi hijau, digitalisasi, akses pendanaan serta kesetaraan gender dan pendanaan bagi UMKM perempuan.
Isu ketiga adalah dukungan AS terhadap Indonesia selama pandemi.