Bisnis.com, KABUL – Taliban berterima kasih kepada dunia karena menjanjikan ratusan juta dolar sebagai bantuan darurat ke Afghanistan.
Sebuah konferensi donor di Jenewa pada hari Senin (13/9/2021) berjanji memberikan bantuan sebesar US$1,2 miliar untuk Afghanistan, yang diambil alih oleh kelompok garis keras bulan lalu dalam serangan kilat dan mengejutkan pasukan AS yang mundur.
Afghanistan selama ini sangat bergantung pada bantuan, menghadapi krisis ekonomi, dengan otoritas baru yang tidak mampu membayar gaji, dan harga pangan melonjak.
Pejabat menteri luar negeri rezim, Amir Khan Muttaqi mengatakan pada konferensi pers bahwa Taliban akan membelanjakan uang donor dengan bijak dan menggunakannya untuk mengentaskan kemiskinan.
"Kami berterima kasih dan menyambut janji dunia untuk bantuan yang diberikan dan melanjutkan bantuan mereka ke Afghanistan," kata Muttaqi.
Ia menambahkan, bahwa Imarah Islam akan mencoba yang terbaik untuk memberikan bantuan ini kepada orang-orang yang membutuhkan dengan cara yang benar-benar transparan.
Baca Juga
Dia juga meminta Washington untuk menunjukkan penghargaan kepada Taliban yang mengizinkan militer AS menyelesaikan penarikan pasukannya dan evakuasi lebih dari 120.000 orang bulan lalu.
"Amerika adalah negara besar, mereka harus memiliki hati yang besar," ungkapnya, dilansir dari channelnewsasia.com Rabu (15/9/2021).
Muttaqi mengatakan, Afghanistan yang juga menghadapi kekeringan telah menerima bantuan dari negara-negara seperti Pakistan, Qatar dan Uzbekistan.
Dia mengatakan telah mengadakan diskusi dengan duta besar China tentang vaksin virus corona dan permasalahan kemanusiaan lainnya, dimana Beijing menjanjikan bantuan sebebsar US$15 juta.
Sejak pengambilalihan Taliban, Bank Dunia dan Dana Moneter Internasional telah menghentikan akses Afghanistan ke pendanaan, sementara Amerika Serikat juga telah membekukan uang tunai yang disimpan dalam cadangannya untuk Kabul.
Sekjen PBB Antonio Guterres mengatakan dia yakin bantuan dapat digunakan untuk perbaikan hak asasi manusia, di tengah kekhawatiran akan kembalinya pemerintahan brutal yang menjadi ciri rezim Taliban dari tahun 1996 hingga 2001.
"Tidak mungkin memberikan bantuan kemanusiaan di Afghanistan tanpa melibatkan otoritas de facto," kata Sekjen PBB kepada para menteri yang menghadiri pertemuan di Jenewa.
Dia menambahkan, bahwa sangat penting untuk terlibat dengan Taliban saat ini.
Sementara itu, warga Afghanistan terpaksa menjual barang-barang rumah tangga mereka untuk membeli kebutuhan pokok, dan pasar barang bekas yang ramai menjamur di sebagian besar pusat kota.
Mantan penjabat gubernur bank sentral Afghanistan, Ajmal Ahmady mencuit pekan lalu bahwa negara itu tidak lagi memiliki akses sekitar US$9 miliar dalam bentuk bantuan, pinjaman, dan aset.
Kepala HAM PBB, Michelle Bachelet mengatakan dia kecewa dengan kurangnya inklusivitas kabinet sementara, yang tidak mencakup perempuan dan sedikit non-Pashtun.
Menteri Luar Negeri AS, Antony Blinken telah berulang kali memperingatkan bahwa Taliban harus mendapatkan legitimasi dan dukungan, setelah pembicaraan dengan sekutu tentang bagaimana menghadirkan front persatuan.