Bisnis.com, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengumumkan hasil pemeriksaan ajudan Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Lili Pintauli Siregar, Oktavia Dita Sari.
Oktavia Dita Sari dicecar penyidik KPK apakah mengenal para tersangka kasus korupsi di Tanjungbalai.
“Dari hasil pemeriksaan tim penyidik, yang bersangkutan menerangkan tidak kenal dengan para tersangka dan tidak mengetahui perbuatan para tersangka,” kata pelaksana tugas juru bicara KPK Ali Fikri, Jumat (10/9/2021).
Ali mengatakan keterangan dan informasi tersebut baru diketahui setelah melakukan pemeriksaan. Ali mengatakan KPK tak berhenti di keterangan itu. Dia mengatakan KPK akan mengagendakan pemeriksaan untuk saksi lainnya.
“KPK masih terus melakukan kegiatan penyidikan perkara ini dengan mengumpulkan bukti-bukti terkait, serta menjadwalkan pemeriksaan kepada para saksi guna memperoleh informasi dan keterangan yang dibutuhkan,” ujarnya.
Boyamin mengatakan sikap tertutup lembaga antirasuah telah mengkhianati asas transparansi. KPK, kata dia, harus patuh terhadap azas keterbukaan sebagaimana diatur ketentuan Pasal 5 UU Nomor 30 tahun 2002 tentang KPK, dalam menjalankan tugas dan wewenangnya, KPK berazaskan pada kepastian hukum, keterbukaan, akuntabilitas, kepentingan umum, dan proporsionalitas.
KPK memeriksa ajudan Lili pada Senin, 6 September 2021. Dia diperiksa dalam kasus jual-beli jabatan di Kota Tanjungbalai. Namun, hingga sekarang hasil pemeriksaan belum diumumkan. Biasanya, KPK selalu mengumumkan hasil dan alasan seorang saksi diperiksa.
Lili Pintauli terseret di kasus itu karena berkomunikasi dengan Syahrial perihal kasus yang sedang ditangani lembaganya. Dalam sidang etik, Dewan Pengawas KPK menyatakan Lili terbukti bersalah berkomunikasi dengan pihak berperkara.
Dewas KPK juga menyatakan Lili Pintauli terbukti menggunakan pengaruhnya kepada Syahrial demi kepentingan pribadi, yaitu mengurus masalah kepegawaian yang dialami kerabatnya.
Lili dinyatakan melakukan pelanggaran, namun dihukum ringan dengan pemotongan gaji pokok 40 persen atau tidak lebih dari Rp2 juta.