Bisnis.com, JAKARTA - Perhimpunan Profesi Hukum Kristiani Indonesia (PPHKI) merespons eskalasi polemik terkait 75 pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang telah dinyatakan tidak lolos Tes Wawasan Kebangkasaan (TWK).
Dari hasil Rapat Koordinasi antar Kementerian dan Lembaga seperti KPK, BKN dan Kemenpan RB pada 25 Mei 2021, dari 75 pegawai KPK tersebut, sekitar 51 pegawai KPK telah dihentikan dan 24 sisanya akan dibina untuk menjadi aparatur sipil negara atau ASN.
Ketua PPHKI, Fredrik J Pinakunary mengemukakan pihaknya akan mendukung penuh pemberantasan korupsi di Indonesia sebagai suatu kejahatan yang berpredikat luar biasa atau extraordinary crime.
Hal itu disebutnya sebagaimana Penjelasan Umum UU KPK bahwa KPK merupakan suatu Lembaga Negara yang constitutional important dan lahir dari semangat reformasi.
"Apalagi, berdasarkan rilis dari pihak Transparency International Indonesia (TII), Indeks Persepsi Korupsi (IPK) Indonesia di tahun 2020 mengalami penurunan dari tahun 2019, yaitu 37 poin, turun 3 poin dan berada di peringkat 102 dari sebelumnya peringkat 85," tuturnya dalam keterangan resminya di Jakarta, Jumat (4/6/2021).
Fredrik mengaku akan mendukung sikap Presiden Jokowi tertanggal 17 Mei 2021 yang menyatakan hasil TWK terhadap pegawai KPK seharusnya jadi masukan perbaikan KPK, baik terhadap individu atau institusi KPK dan tidak serta merta dijadikan dasar memberhentikan 75 pegawai KPK yang dinyatakan tidak lolos TWK.
Baca Juga
"Presiden Jokowi juga sependapat Pertimbangan MK dalam Putusan Pengujian UU KPK, yaitu proses pengalihan status pegawai KPK menjadi ASN tidak boleh merugikan hak pegawai KPK menjadi ASN," katanya.
Dia menilai setelah revisi UU KPK dan Putusan MK No. 70/PUU-XVII/2019 di mana KPK merupakan Lembaga Negara dalam rumpun kekuasaan Eksekutif, dan mengingat Pasal 10 PP No. 41 Tahun 2020 dalam Ketentuan Peralihan menyebutkan secara implisit bahwa seluruh pegawai KPK akan menjalani proses pengalihan dan pengangkatan status sebagai Pegawai ASN, sebagai amanat Pasal 69 C UU KPK, yang memberikan jangka waktu 2 tahun untuk dapat dilakukannya pengangkatan Pegawai KPK menjadi Pegawai ASN sesuai Peraturan Perundang-Undangan.
"Tanpa berprasangka pada substansi pertanyaan dan penilaian TWK, sebagaimana diatur Peraturan KPK No 1/2021 (Sans Prejudice), PPHKI berpendapat bahwa Peraturan KPK tidak dapat mengandung norma hukum yang mengatur Hak Asasi seseorang untuk dapat diangkat atau tidak menjadi ASN," ujarnya.
Selain itu, sesuai prinsip kebenaran dan keadilan yang berdasarkan Pancasila, serta pendirian PPHKI yang tidak memihak siapapun, Fredrik berharap Presiden Jokowi, berdasarkan Pasal 3 ayat (1), (2) & (7) PP No. 17/2020 Tentang Manajemen PNS, selaku Pemegang Kekuasaan Tertinggi Pembinaan PNS berkenan menetapkan Pengangkatan 75 Pegawai KPK menjadi ASN.
Menurutnya, pengangkatan ini juga tanpa mengurangi dilakukannya pembinaan pendidikan kedinasan, termasuk pemberhentian sebagai 'ultimum remedium' bagi pegawai ASN KPK yang terbukti melanggar Pancasila, NKRI, UUD 1945 dan Pemerintahan yang sah.
"Demikian hal ini disampaikan sebagai perwujudan moral guidance PPHKI, karena di mana ada kebenaran di situ akan tumbuh damai sejahtera, dan akibat kebenaran ialah ketenangan dan ketenteraman untuk selama-lamanya. Tuhan memberkati Indonesia," tuturnya.