Bisnis.com, JAKARTA - Menko Polhukam Mahfud MD menyatakan pemerintah tidak pernah mengganggap Mantan Ketua Umum PP Muhammadiyah Din Syamsudin sebagai seorang penganut radikalisme.
"Pemerintah tdk prnh menganggap Din Syamsuddin radikal atau penganut radikalisme. Pak Din itu pengusung moderasi beragama (Wasathiyyah Islam) yg jg diusung oleh Pemerintah. Dia jg penguat sikap Muhammadiyah bhw Indonesia adl "Darul Ahdi Wassyahadah". Beliau kritis, bkn radikalis," cuit Mahfud di akun twitternya.
Pernyataan Mahfud ini muncul setelah ramai pro kontra soal tudingan bahwa Din Syamsudin adalah seorang radikal.
Sebelumnya, Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Bidang Hubungan Luar Negeri dan Kerja sama Internasional Sudarnoto Abdul Hakim menyesalkan tindakan kelompok mana pun yang mendiskreditkan dan menyudutkan Prof Din Syamsudin sebagai bagian dari kelompok radikal.
“Ini adalah tuduhan dan fitnah keji yang tidak bisa dipertanggungjawabkan kepada seorang tokoh dan pemimpin Muslim penting tingkat dunia yang sangat dihormati karena dalam waktu yang panjang telah mempromosikan Wasatiyatul Islam atau Islam Moderat di berbagai forum dunia,” ujar dia dalam keterangan tertulisnya di Jakarta, Jumat (12/2/2021).
Salah satu jasa dan peran penting Prof Din Syamsuddin secara nasional dan internasional ialah mengarusutamakan Wasatiyatul Islam.
Baca Juga
Din, lanjut Sudarnoto, antiradikalisme atas nama dan untuk motif apapun serta siapa pun yang melakukannya.
“Terlalu banyak bukti dan rekam jejak Din Syamsuddin yang bisa dicermati untuk memahami pandangan dan sikapnya terhadap radikalisme dan bagaimana menangani radikalisme. Bahkan tak segan-segan beliau mengkritik siapa pun yang menangani radikalisme-ekstrimisme dengan cara-cara radikal dan ugal-ugalan. Jadi, laporan dan tuduhan radikalisme yang dialamatkan kepada Din Syamsuddin adalah fitnah keji dan merupakan sebuah kebodohan,” terang dia.
Sudarnoto meminta pihak dan kelompok mana pun untuk berpikir ulang dan mempertimbangkan masak-masak atas tuduhan tersebut. Tindakan itu tidak akan mendatangkan manfaat apa-apa kepada siapa pun apalagi bagi masyarakat dan bangsa Indonesia.
“Bangsa Indonesia telah dipercaya oleh masyarakat Internasional melalui pertemuan ulama dunia di Bogor beberapa tahun yang lalu menjadi pusat Wasatiyatul Islam global, dan Din Syamsuddin adalah tokoh dan ulama penting yang terakui," katanya.
Oleh karena itu, menurut dia, tuduhan radikal kepada Din tersebut akan sangat menyinggung perasaan para ulama dunia dan tentu akan merugikan kepentingan bangsa.
Dia juga meminta Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN) dan pihak Kementerian Agama mengkaji secara saksama, kritis dan adil terhadap laporan dan tuduhan tersebut. Langkah profesional dalam menangani laporan sangat dibutuhkan.
“Jangan sampai salah mengambil langkah dan kesimpulan karena jelas akan merugikan dan membawa dampak negatif. Atas langkah positif ini, saya menyampaikan apresiasi,” imbuh dia.
Dia juga meminta kepada pihak mana pun untuk mewaspadai kemungkinan adanya gerakan sistematik dari manapun terkait dengan isu radikalisme yang tujuannya untuk mendiskreditkan tokoh, ulama, umat dan bahkan Islam. Ini merupakan bagian dari upaya memecah belah antar elemen bangsa.
“Tidak berlebihan untuk menyebut bahwa spirit Islamofobia sebetulnya sudah muncul di mana-mana dan berkembang antara lain di Indonesia. Dengan dalih radikalisme, ada kemungkinan spirit Islamofobia ini ditebar," katanya.
Tuduhan Mengada-ada
Bekas Rekor UIN Syarif Hidayatullah Jakarta,Azyumardi Azra menilai tudingan terhadap Din Syamsuddin terlalu mengada-ada.
"Ini jelas mengada-ada. Absurd, tidak masuk akal," ujar Azra lewat keterangan tertulis yang dikutip, Sabtu, 13 Februari 2021.
Sebelumnya, Gerakan Anti Radikalisme Alumni ITB (GAR ITB) melaporkan Din Syamsuddin kepada Komisi Aparat Sipil Negara (KASN) dengan tuduhan radikal, anti-Pancasila dan anti-NKRI.
Din, kata Azra, merupakan salah satu guru besar terkemuka di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Mantan Ketua Umum PP Muhammadiyah itu juga pernah menjadi utusan khusus presiden untuk dialog dan kerja sama antar agama dan peradaban.
"Saya mengimbau agar GAR ITB menarik laporannya. Jika ada konflik kepentingan terkait dengan posisi Din sebagai anggota MWA ITB sebaiknya diselesaikan secara baik-baik di lingkungan almamater-sivitas akademika dengan semangat perguruan tinggi yang berdasarkan obyektivitas dan kolegialitas," tuturnya.
Kelompok yang mengatasnamakan alumni, ujar Azra, sepatutnya menempuh cara-cara yang tidak menimbulkan perpecahan dan konflik dalam masyarakat.
"Pada saat yang sama, pimpinan KASN dan Kementerian Agama hendaknya dapat menilai masalah ini secara obyektif dan adil. Dengan begitu dapat diciptakan suasana kepegawaian yang lebih kondusif terkait isu sosial-politik," tuturnya.
Tuduhan GAR ITB
Dalam laporannya, GAR ITB menyertakan sejumlah pokok pelanggaran yang diduga dilakukan Din. Di antaranya, ia dinilai menjadi pimpinan dari Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI), kelompok yang beroposisi terhadap pemerintah.
GAR ITB melihat, acara deklarasi kelompok di Jakarta pada 18 Agustus 2020 merupakan sebuah konfirmasi resmi atas posisi kepemimpinan Din di dalam kelompok tersebut.
Tempo masih mencoba menghubungi pihak KASN untuk mengetahui tindak lanjut dari laporan tersebut. Sementara Din Syamsuddin, memilih untuk tidak berkomentar dulu pada saat ini. "Nanti pada waktunya," ujar Din lewat pesan singkat, Jumat malam.