Bisnis.com, JAKARTA - Hasil survei yang dilakukan Indikator Politik Indonesia menunjukkan bahwa mayoritas responden menginginkan pemilu dan pilkada tak digelar serentak pada 2024.
Mungkinkah hal itu akan membuat pemerintah dan parpol di DPR berubah pandangan?
Sekretaris Fraksi Partai NasDem di Dewan Perwakilan Rakyat Saan Mustopa berharap hasil survei tersebut dapat mempengaruhi sikap pemerintah terkait revisi UU Pemilu dan Pilkada.
Saan mengatakan NasDem memang telah memutuskan agar pembahasan RUU Pemilu tak dilanjutkan. Namun, ujarnya, masih memungkinkan ada perubahan dan dinamika di waktu mendatang.
"Mudah-mudahan setelah Mas Burhan (Burhanuddin Muhtadi, Direktur Eksekutif Indikator) rilis survei ini, pemerintah tetap membuka ruang ke depan. Meskipun saat ini saya hanya bisa berharap karena masih panjang perjalanan," kata Saan, seperti dikutip Tempo.co, Senin (9/2/2021).
Saan mengatakan survei menjadi salah satu basis alat ukur atau pertimbangan dalam menentukan kebijakan.
Baca Juga
Menurut dia, survei Indikator ini sekaligus alat evaluasi dan proyeksi ke depan saat pemerintah dan DPR hendak memperbaiki tatanan sistem kepemiluan.
Wakil Ketua Komisi II DPR ini berujar selama ini revisi UU Pemilu selalu diajukan pemerintah. Baru kali ini usulan perubahan itu datang dari DPR.
Saan bersyukur DPR mulai mengusulkan revisi UU Pemilu di awal periode, bukan di ujung masa tugas seperti di periode-periode sebelumnya.
"Ini masih panjang waktunya, masih tahun 2021 masih awal. Siapa tahu di pertengahan tahun ini ada dinamika lain dan sebagainya," ujar Saan.
Saan menambahkan NasDem sebelumnya mendukung revisi UU Pemilu demi desain sistem kepemiluan yang lebih baik. Ia mengatakan ada banyak isu yang mesti dibenahi dari UU Pemilu dan Pilkada yang ada saat ini.
Namun, lanjutnya, NasDem lantas berubah sikap lantaran pemerintah meminta agar UU Pemilu tak direvisi.
"Karena ada pertimbangan yang lebih besar dalam perspektif pemerintah dan itu disampaikan ke partai koalisi. Kami mengikuti yang menjadi keputusan partai," kata Saan.
Survei Indikator Politik Indonesia yang digelar 1-3 Februari 2021 mencatat 63,2 persen responden setuju pilkada digelar di tahun berbeda dengan pileg dan pilpres. Mayoritas responden setuju penyelenggaraan Pilkada pada 2022 (54,8 persen). Mereka yang setuju digelar Pilkada pada 2023 mencapai 53,7 persen.
"Jadi sebenarnya argumen beberapa partai yang menghendaki pileg dan pilpres dengan pilkada tidak dilakukan di tahun yang sama itu mendapatkan dukungan publik mayoritas," kata Burhanuddin dalam rilis hasil survei secara virtual, Senin, 8 Februari 2021.
Survei ini menggunakan metode simple random sampling dengan melibatkan 1.200 responden. Survei dilakukan melalui telepon.
Burhanuddin mengatakan margin of errror surveinya plus minus 2,9 persen dengan tingkat kepercayaan 95 persen.
Burhanuddin mengatakan survei soal Pilkada atau isu revisi UU Pemilu ini dibiayai secara mandiri oleh Indikator Politik Indonesia. "Karena ini sangat krusial terkait perdebatan yang berhubungan dengan aturan main kepemiluan, maka kami membiayai dengan biaya sendiri," kata Burhanuddin.