Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Mayoritas Fraksi DPR Tolak Revisi UU Pemilu, PKS dan Demokrat Ditinggal?

Mayoritas Fraksi di DPR menolak revisi UU Pemilu sehingga Pilkada Serentak 2022 dan 2023 dipastikan digelar pada 2024 atau sesuai mandat Undang-Undang Nomor 10 tahun 2016 tentang Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada).
Akses situs KPU RI untuk mengecek penghitungan suara atau real count Pilkada Serentak 2020 di 270 wilayah di Indonesia / Sumber: KPU RI
Akses situs KPU RI untuk mengecek penghitungan suara atau real count Pilkada Serentak 2020 di 270 wilayah di Indonesia / Sumber: KPU RI

Bisnis.com, JAKARTA—Meski Fraksi PKS di DPR masih berusaha untuk mengupayakan revisi atas Undang-undang Pemilu, namun mayoritas fraksi di DPR dipastikan menolak langkah tersebut.

Dengan demikian, Pilkada Serentak 2022 dan 2023 tetap digelar pada 2024 sesuai dengan Undang-Undang Nomor 10 tahun 2016 tentang Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada).

Revisi UU Pemilu (UU) Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu sebenarnya masuk dalam daftar Program Legislasi Nasional (Prolegnas) DPR 2021. Karena itulah isu mengenai revisi atas produk legislasi itu terus bergulir. 

Semula, perdebatan revisi hanya terkait dengan sistem pemilu terbuka atau tertutup, syarat ambang batas perolehan suara partai politik, hingga pencalonan presiden. 

Akan tetapi, belakangan revisi juga mengarah ke normalisasi pilkada serentak, yang artinya akan ikut mengubah pasal tertentu pada UU 10/2016.

Ketua Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (FPKS) DPR Jazuli Juwaini berpendapat revisi UU Pemilu dilakukan untuk memperbaiki kualitas demokrasi melalui penyelenggaraan pemilu. 

Dia mengatakan hasil evaluasi atas penyelenggaraan pemilu menunjukkan perlunya sejumlah perbaikan, terutama untuk perbaikan demokrasi kata Jazuli dalam keterangannya.

Sikap Mayoritas

Hanya saja arus penolakan atas revisi tersebut terus bergulir. Ketua Umum PKB, Muhaimin Iskandar, misalnya, telah memerintahkan fraksinya di DPR untuk menarik dukungan meski sebelumnya setuju dengan revisi.

Sebelumnya sikap PDI Perjuangan kurang lebih sama sebagaimana juga halnya dengan PAN. Apalagi wabah Covid-10 masih mendera.

Pasal 201 ayat (8) UU 10/2016 menyebutkan, pemungutan suara serentak nasional dalam pemilihan gubernur dan wakil gubernur, bupati dan wakil bupati, serta wali kota dan wakil wali kota di seluruh wilayah NKRI dilaksanakan pada November 2024.

Lalu, ayat (9) menyebutkan, untuk mengisi kekosongan jabatan kepala daerah yang berakhir masa jabatannya pada 2022 dan yang berakhir masa jabatannya pada 2023, diangkat penjabat gubernur, penjabat bupati, dan penjabat wali kota sampai dengan terpilihnya gubernur dan wakil gubernur, bupati dan wakil bupati, serta wali kota dan wakil wali kota melalui pemilihan serentak nasional pada 2024.

Keserentakan pilkada, pemilu legislatif, dan pemilu presiden itulah yang membuat beberapa fraksi di DPR memunculkan wacana revisi UU Pemilu. Fraksi-fraksi itu berpandangan, keserentakan pilkada, pileg, dan pilpres pada 2024 akan sulit dilakukan terutama oleh penyelenggara pemilu.

Mereka pun mewacanakan agar pilkada 2022 dan 2023 tetap digelar atau tidak disatukan pada 2024 sebagaimana tertuang dalam Pasal 201 UU 10/2016 tentang Pilkada. Artinya, fraksi-fraksi ini ingin agar normalisasi pilkada tersebut masuk dalam revisi UU Pemilu.

Tidak hanya PKB, PDI, dan PAN, Nasdem ternyata juga menarik dukungan atas revisi UU Pemilu. Sebagai catatan, fraksi-fraksi yang semula mendorong dilakukan revisi UU Pemilu adalah PKS, Partai Demokrat, Partai Nasdem, dan Partai Golkar.

Namun, Partai Golkar mengklarifikasi pernyataan sejumlah anggotanya di DPR terkait ini dan menolak dilakukan revisi UU Pemilu.

Ketua Umum DPP Partai Nasdem, Surya Paloh mengarahkan agar Fraksi Partai Nasdem di DPR mengambil sikap untuk tidak melanjutkan revisi UU 7/2017 tentang Pemilu, termasuk mendukung sepenuhnya pelaksanaan pilkada serentak pada 2024.

Surya Paloh beranggapan, bangsa Indonesia saat ini tengah berjuang menghadapi pandemi Covid-19 dan melakukan upaya pemulihan ekonomi sebagai dampak pandemi. Upaya itu membutuhkan soliditas partai-partai politik dalam koalisi pemerintahan.

Dengan demikian, mayoritas fraksi di DPR telah menyatakan penolakan terhadap pembahasan revisi UU Pemilu. Tinggal dua fraksi yang bertahan agar UU Pemilu direvisi, yang juga berdampak terhadap UU Pilkada, yakni PKS dan Partai Demokrat.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Editor : Edi Suwiknyo
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper