Bisnis.com, JAKARTA – Pengamat Politik Rocky Gerung mengungkapkan pemanggilan yang dilakukan kepolisian terhadap Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan oleh Polda Metro Jaya untuk melayani kepentingan Istana.
Hal tersebut disampaikannya melalui kanal YouTube miliknya, Rocky Gerung Official pada Rabu (18/11/2020).
“Jadi terlihat bahwa polisi terpaksa memperpanjang pemeriksaan itu karena berupaya untuk melayani kepentingan Istana, seolah-olah sudah diperiksa dan akan ditemukan deliknya. Istana berharap Anies itu kena delik,” kata Rocky Gerung seperti dikutip Bisnis, Kamis (19/11/2020).
Rocky menilai Istana akan tetap mencari alasan baru agar Gubernur DKI Jakarta bisa diberikan tindak pidana, meski sebenarnya tidak dapat dilakukan polisi.
Menurutnya, ada pihak yang mengatakan Istana justru membidik pentolan Front Pembela Islam (Habib Rizieq Shihab). Namun, Rocky mengatakan isu terkait Rizieq sekadar batu loncatan.
"Habib Rizieq membaca bahwa istana nggak punya kemampuan untuk meyakinkan bahwa mereka benar. Istana akan berupaya mengirim sinyal kepada Habib Rizieq, bahwa Anies itu bisa kita penjarakan, lho. adi jangan Anda pikir bahwa Anda nggak bisa kami tangkap,” imbuhnya.
Baca Juga
Dalam pandangan Rocky, aparat kepolisian tentu mengerti bahwa tidak mungkin Anies diberikan tindak pidana terhadap UU yang tidak mempunyai kekuatan hukum di dalam UU Karantina.
Dia menganggap seluruh kejadian terhadap Anies dan Habib Rizieq dikarenakan Istana tidak mempunyai sesuatu yang mengolah informasi.
Rocky bahkan menyindir Menkopolhukam Mahfud MD secara terang-terangan karena tidak bisa mengolah informasi dan tidak mengerti aparat kepolisian yang sedang kesulitan dalam menegakkan hukum.
“Masa Mahfud sendiri nggak punya pengetahuan bahwa UU Karantina itu tidak diberlakukan, justru karena Presiden ingin PSBB, jadi kan mestinya ada tim yang membaca itu. Dia nggak ngerti bahwa polisi kesulitan untuk menegakkan hukum terhadap sesuatu yang sifatnya sangat liquid, sangat tidak konstan,” ucapnya.
Selain itu, dia menilai Istana tidak mempunyai amunisi untuk mengolah informasi. Pasalnya, Istana mengandalkan opini publik melalui konferensi pers Mahfud MD sebelum kepulangan Rizieq. Apalagi, dalam konferensi pers tersebut Panglima ABRI diundang untuk menerangkan situasi.
Menurut Rocky, adanya kebocoran pemerintah dalam mengolah informasi dikarenakan Istana hanya memiliki dua pendukung, yaitu pendukung dari buzzer atau influencer dan pendukung dari komisaris relawan.
“Semuanya nggak punya kemampuan untuk bikin analisis keadaan. Jadi Presiden tertipu oleh pembantu-pembantunya sendiri, sehingga muncul blunder lagi,” ujarnya.
Rocky menyebut bahwa kapasitas yang dimiliki Mahfud untuk mengolah sejumlah informasi tidak bisa dijalankan. Dia menganggap Mahfud juga menunggangi dukungan palsu dari relawan.
Menkopolhukam, katanya, justru membawahi semua informasi publik termasuk informasi Badan Intelijen Negara (BIN), informasi intelijen TNI, serta informasi polisi.
"Dia nggak bisa olah karena dia menunggangi dukungan palsu dari relawan. Dia pikir bahwa buzzer itu betul-betul memberi informasi lebih baik daripada intelijen, daripada polisi, daripada Pangdam. Itu kesalahan Pak Mahfud, padahal dia punya kapasitas dan portofolio untuk mengumpulkan informasi itu sebelum jadi teledor mengucap kepada publik,” jelas Rocky.