Bisnis.com, JAKARTA - Mantan Politikus Partai NasDem Andi Irfan Jaya menjalani sidang dakwaan kasus dugaan suap pengurusan fatwa Mahkamah Agung, Rabu (4/11/2020).
Dalam kasus ini, Jaksa Pinangki Sirna Malasari dan Joko Soegiarto Tjandra alias Djoko Tjandra turut menjadi bagian.
Pada surat dakwaan terhadap Andi Irfan Jaya, nama pejabat Mahkamah Agung Hatta Ali dan pejabat Kejaksaan Agung Burhanudin kembali mencuat.
Sebelumnya dua nama ini sempat disebut dalam surat dakwaan untuk Pinangki Sirna Malasari.
Nama Burhanudin dan Hatta Ali itu tertulis dalam rencana aksi atau action plan pengurusan fatwa MA untuk membebaskan Djoko Tjandra dari hukumannya sebagai terpidana kasus hak tagih Bank Bali.
Action plan tersebut bermula saat Andi Irfan Jaya, Pinangki, dan Anita Dwi Kolopaking bertemu Djoko Tjandra di Kuala Lumpur, Malaysia. Dalam pertemuan tersebut Andi menjelaskan 10 action plan pengurusan fatwa MA.
Baca Juga
Pada action plan yang ke-1 disebutkan ihwal penandatanganan Security Deposit (Akta Kuasa Jual), yang dimaksudkan oleh Pinangki Sirna Malasari sebagai jaminan apabila Security Deposit yang dijanjikan Joko Soegiarto Tjandra tidak terealisasi.
"Penanggungjawab action ini adalah JC (Joko Soegiarto Tjandra) dan IR (Andi Irfan Jaya), yang akan dilaksanakan pada tanggal 13 Februari 2020 sampai dengan 23 Februari 2020," kata jaksa saat membacakan surat dakwaan.
Kemudian pada poin kedua disebutkan bahwa pengiriman Surat dari Pengacara kepada pejabat Kejaksaan Agung, Burhanuddin (BR) yakni surat permohonan fatwa MA dari pengacara kepada Kejagung untuk diteruskan kepada MA yang akan dilaksankan pada 24-25 Februari 2020.
Selanjutnya, poin aksi ketiga adalah pejabat Kejagung Burhanuddin mengirimkan surat permohonan fatwa MA kepada pejabat MA Hatta Ali (HA). Pelaksanaan aksi itu dilakukan pada 26 Februari - 1 Maret 2020 dengan penanggung jawab Andi Irfan Jaya dan Pinangki.
Kemudian pada poin aksi ke-4 disebutkan skala pembayaran 25 persen fee sebesar US$250 ribu dari total US$1 juta yang telah dibayar uang mukanya sebesar US$500 ribu dengan penanggung jawab Djoko Tjandra yang akan dilaksanakan pada 1 - 5 Maret 2020.
Poin aksi ke-5 yakni pembayaran konsultan fee media kepada Andi Irfan Jaya sebesar US$500 ribu untuk mengondisikan media dengan penanggung jawab Djoko Tjandra yang akan dilaksanakan pada 1 - 5 Maret 2020.
Pada poin aksi ke-6 disebutkan pejabat MA Hatta Ali menjawab surat pejabat Kejagung Burhanuddin. Penanggung jawabnya adalah Hatta Ali atau DK atau AK yang akan dilaksanakan pada 6 - 16 Maret 2020.
Pada poin ke-7 pejabat Kejagung Burhanuddin menerbitkan instruksi terkait surat Hatta Ali yaitu menginstruksikan kepada bawahannya untuk melaksanaan fatwa MA. Penanggung jawab adalah IF (belum diketahui)/P (Pinangki) yang akan dilaksanakan pada 16 - 26 Maret 2020.
Selanjutnya poin aksi ke-8 adalah 'security deposit' cair yaitu sebesar US$10.000. Artinya, Joko Tjandra bakal membayar uang tersebut apabila action plan ke-2 , ke-3, ke-6 dan ke-7 berhasil dilaksanakan. Penanggung jawabnya adalah Djoko Tjandra. Aksi ini akan dilaksanakan pada 26 Maret - 5 April 2020.
Selanjutnya poin aksi ke-9, Djoko Tjandra disebutkan kembali ke Indonesia tanpa menjalani eksekusi pidana penjara selama 2 tahun. Penanggung jawab poin aksi ke-9 ini adalah Pinangki/Andi Irfan Jaya/Djoko Tjandra yang dilaksanakan pada April-Mei 2020.
Kemudian, pada poin aksi ke-10, yakni pembayaran fee 25 persen yaitu US$250 ribu sebagai pelunasan atas kekurangan pemeriksaan fee terhadap Pinangki bila Djoko Tjandra kembali ke Indonesia seperti "action" ke-9. Penanggung jawab adalah Djoko Tjandra yang akan dilaksanakan pada Mei-Juni 2020.
Sebagai tanda jadi, akhirnya Djoko Tjandra memberikan uang US$500 ribu kepada Pinangki melalui adik iparnya, Herriyadi. Kemudian, Pinangki memberikan US$50 ribu dari US$500 ribu yang diterimanya ke Anita.
"Sebagaimana dalam action plan tersebut, tidak ada satu pun yang terlaksana padahal Joko Soegiarto Tjandra sudah memberikan down payment kepada terdakwa melalui Andi Irfan Jaya sebesar US$ 500 ribu. Sehingga Joko Soegiarto Tjandra pada bulan Desember 2019 membatalkan action plan," pungkas Jaksa Didi.
Adapun, Andi Irfan Jaya didakwa melanggar Pasal 5 ayat (2) Juncto Pasal 5 ayat (1) huruf a dan Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 Juncto Pasal 56 ke-1 KUHP.
Dia juga didakwa melanggar Pasal 15 Juncto Pasal 5 ayat (1) huruf a dan Pasal 15 Juncto Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001.