Bisnis.com, JAKARTA - Mahkamah Agung (MA) kembali memotong hukuman terpidana kasus korupsi dengan mengabulkan permohonan Peninjauan Kembali (PK). Kali ini mantan Ketua Umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum yang kebagian jatah pengurangan hukuman.
Dalam putusannya, Majelis PK MA menyebutkan alasan Anas mengajukan PK karena kekhilafan hakim dan dapat dibenarkan oleh Majelis PK.
Majelis PK menyatakan Judex Juris telah salah menyimpulkan alat-alat bukti yang kemudian dijadikan sebagai fakta hukum terkait tindak pidana yang dilakukan Anas.
"Menurut Majelis Hakim Agung PK, alasan permohonan PK Pemohon/ Terpidana yang didasarkan pada 'adanya kekhilafan hakim' dapat dibenarkan," kata Juru Bicara MA, Andi Samsan Nganro, Rabu (30/9/2020).
Berdasarkan putusan PK yang diadili oleh Wakil Ketua MA bidang Nonyudisial, Sunarto dan anggota majelis yaitu Andi Samsan Nganro serta Prof M Askin terdapat sejumlah alasan dalam menjatuhkan putusan.
Disebutkan, uang dan fasilitas yang diterima Anas, baik melalui PT Adhi Karya maupun Permai Group, dihimpun dari dana-dana hasil perolehan keuntungan dalam proyek pengadaan barang dan jasa serta fee-fee dari perusahaan lain.
Baca Juga
Pasalnya, perusahaan tersebut telah memenangkan berbagai proyek pengadaan barang dan jasa yang kemudian disubkontrakkan kepada perusahaan lain atau perusahaan lain yang mengerjakan proyek tersebut.
Selanjutnya, dana tersebut dijadikan sebagai marketing fee di bagian pemasaran untuk melakukan lobi-lobi usaha untuk mendapatkan proyek yang didanai APBN.
Dalam pertimbangan juga disebut tak ada satu pun saksi dari pihak PT Adhi Karya dan Permai Group yang menerangkan perbuatan Anas Urbaningrum melakukan lobi-lobi kepada pemerintah agar perusahaan tersebut mendapatkan proyek.
Kemudian tidak ada bukti pengeluaran uang dari perusahaan itu atas kendali Anas Urbaningrum.
Disebutkan juga hanya ada satu saksi, yakni M Nazaruddin, yang menerangkan perbuatan Anas. Satu saksi tanpa didukung alat bukti adalah unus testis nullus testis yang tidak mempunyai nilai pembuktian.
Alasan berikutnya, proses pencalonan sebagai Ketua Umum PD (Partai Demokrat) tidak pernah bicara cara uang didapat dalam rangka pencalonan Anas menjadi Ketua Umum.
Anas hanya bicara ihwal visi dan misi untuk ditawarkan dalam kongres di Bandung. Ketujuh, uang yang didapatkan untuk penggalangan dana pencalonan sebagai Ketum PD adalah penggalangan dana dari simpatisan atas dasar kedekatan dalam organisasi.
Dengan demikian, dakwaan pasal 12a UU Tipikor yang diterapkan judex jurist (kasasi) tidak tepat lantaran pemberian dana maupun fasilitas tersebut dilakukan sebelum Anas menduduki jabatan tersebut.
Alasan selanjutnya, MA menilai yang telah dilakukan Anas Urbaningrum adalah Pasal 11 UU Tipikor, yaitu penyelenggara negara (anggota DPR 2009 - 2014) yang menerima hadiah atau janji diberikan karena kekuasaan atau kewenangan yang berhubungan dengan jabatannya.