Bisnis.com, JAKARTA - Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) menilai pengaturan iklan politik di media sosial yang dirancang Komisi Pemilihan Umum (KPU) masih berfokus pada hal teknis.
Peneliti Perludem Nurul Amalia mengatakan bahwa aturan KPU terkait kampanye di media sosial hanya menyentuh jumlah akun medsos, jumlah konten iklan dan waktu penayangan konten.
“Belum menyentuh pada transparansi dan akuntabilitas di balik konten iklan tersebut. Ada berbagai kemungkinan pengaturan iklan politik di platform digital termasuk media sosial,” katanya melalui siaran pers, Rabu (23/9/2020).
Menurutnya, kampanye virtual melalui iklan politik di platform digital akan makin digemari karena memiliki beberapa keunggulan dibanding di media konvensional.
Pertama, partai dan kandidat dapat membuat iklan personalisasi sesuai dengan perilaku konstituen di dalam jaringan daring, sehingga pesan yang disiapkan bisa lebih mengena.
Kedua, distribusi iklan dapat ditargetkan spesifik pada kelompok-kelompok tertentu bahkan ke level individu sesuai dengan demografi, lokasi geografis, usia, isu yang menjadi perhatian.
Baca Juga
Kedua hal tersebut menurutnya, dapat dilakukan dengan memanfaatkan data pemilih pengguna platform digital yang ditambang oleh platform digital atau oleh partai dan kandidat itu sendiri.
Kendati demikian, metode kampanye virtual diyakini dapat membawa beberapa risiko. Bagi individu, penargetan iklan politik dinilai dapat mengancam privasi.
“Pengumpulan data pribadi pengguna hingga perilaku menjelajah di daring dapat memberikan informasi yang cukup bagi pengiklan untuk menyingkap dan memetakan kecenderungan preferensi politik pengguna.”
“Dari pemetaan ini, individu rentan menerima manipulasi informasi. Di sinilah disinformasi hingga deep fake bisa tumbuh subur dan luput dari pengawasan karena hanya dapat dilihat oleh pengguna platform digital tertentu yang menjadi target,” terangnya.
Lebih lanjut, metode kampanye di platform digital juga bisa berdampak pada partai. Biaya iklan politik di media sosial dapat memberikan keuntungan yang lebih besar bagi partai yang memiliki dana kampanye lebih besar daripada partai lain.
Kondisi ini dapat menahan ide-ide politik, dari partai dengan dana kampanye Pilkada yang kecil, terdistribusi luas ke publik. Partai katanya juga akan makin bergantung pada platform digital untuk menjalankan kampanye politik modern mereka.
Bagi publik luas, penargetan iklan politik dapat membuat fragmentasi. Publik makin tersekat-sekat dengan kelompok yang sesuai dengan isu tunggal yang relevan bagi mereka secara pribadi.
“Meski membawa beberapa resiko, sayangnya, belum ada regulasi memadai yang dapat melindungi pemilih dari gempuran personalisasi iklan politik di platform-platform digital,” tuturnya.