Bisnis.com, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyita lahan sawit terkait dengan tersangka eks Sekretaris Mahkamah Agung (MA) Nurhadi. Lahan sawit tersebut diduga kuat terkait dengan perkara suap dan gratfikasi di Mahkamah Agung (MA).
Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri belum merinci berapa luas lahan sawit yang terkait dengan Nurhadi tersebut. Namun, aset lahan sawit itu tersebar di sejumlah kecamatan dan Desa di Padang Lawas, Sumatra Utara.
"Penyitaan barang bukti berupa dokumen-dokumen dan lahan kelapa sawit yang tersebar di beberapa kecamatan yang berada di wilayah Kabupaten Padang Lawas yang di duga terkait dengan tersangka NHD," kata Ali, Rabu (12/8/2020).
Penyitaan ini dilakukan dengan koordinasi antara Tim Penyidik KPK dan Kristanti Yuni Purnawanti selaku Kepala Kejaksaan Negeri Padang Lawas, Sumatra Utara.
Selain melakukan penyitaan, tim penyidik juga berkoordinasi dalam melakukan pemeriksaan terhadap sejumlah saksi.
"Koordinasi ini dilakukan dalam bentuk peminjaman ruang kerja sebagai tempat pemeriksaan saksi-saksi dalam rangka penyitaan dan juga bantuan pengamanan dari personil Kejaksaan Negeri Padang Lawas Sumatera Utara," kata Ali.
Baca Juga
Dalam perkara ini, lembaga antirasuah ini pun sempat mengonfirmasi keterangan dari tiga saksi terkait kebun kelapa sawit milik Nurhadi, pada akhir Juli 2020 lalu.
"Penyidik mengonfirmasi keterangan para saksi tersebut terkait dengan dugaan kepemilikan kebun kelapa sawit milik tersangka NHD," kata Ali beberapa waktu lalu.
Sementara itu, Berdasarkan data yang dihimpun ICW dan Lokataru selama ini, Nurhadi diduga memiliki kekayaan yang tidak wajar atau tidak berbanding lurus dengan penghasilan resminya. Patut diduga harta kekayaan tersebut diperoleh dari hasil tindak kejahatan korupsi.
Setidaknya ditemukan beberapa aset yang diduga milik Nurhadi, di antaranya tujuh aset tanah dan bangunan dengan nilai ratusan miliar rupiah, empat lahan usaha kelapa sawit, delapan badan hukum baik dalam bentuk PT maupun UD, 12 mobil mewah, dan 12 jam tangan mewah.
Selain Nurhadi, KPK pada 16 Desember 2019 juga telah menetapkan Rezky Herbiyono (RHE) swasta atau menantu Nurhadi dan Direktur PT Multicon Indrajaya Terminal (MIT) Hiendra Soenjoto (HSO) sebagai tersangka.
Tiga tersangka tersebut juga telah dimasukkan dalam status Daftar Pencarian Orang (DPO) sejak Februari 2020.
Nurhadi dan Rezky ditangkap tim KPK di Jakarta Selatan, Senin (1/6/2020), sedangkan tersangka Hiendra masih menjadi buronan.
Nurhadi dan Rezky ditetapkan sebagai tersangka penerima suap dan gratifikasi senilai Rp46 miliar terkait pengurusan sejumlah perkara di MA. Hiendra ditetapkan sebagai tersangka pemberi suap.
Penerimaan suap terkait pengurusan perkara perdata PT MIT vs PT Kawasan Berikat Nusantara (Persero) kurang lebih sebesar Rp14 miliar, perkara perdata sengketa saham di PT MIT kurang lebih sebesar Rp33,1 miliar, dan gratifikasi terkait perkara di pengadilan kurang lebih Rp12,9 miliar. Akumulasi suap yang diduga diterima kurang lebih Rp46 miliar.