Bisnis.com, JAKARTA - Perkumpulan untuk Pemilu (Perludem) mendesak agar Komisi Pemilihan Umum (KPU) memutuskan untuk kembali menunda Pilkada 2020 dengan pertimbangan ketidaksiapan dari sisi anggaran serta pandemi Covid-19 yang belum tuntas.
Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu (Perludem) Titi Anggraini menilai rapat Komisi II DPR sudah menggambarkan secara terbuka bahwa anggaran tambahan untuk pengadaan alat kesehatan bagi penyelenggara pemilu masih akan dibicarakan kembali dengan menteri keuangan.
Dalam rapat antara Komisi II DPR, pemerintah, dan penyelenggara pemilu, terungkap bahwa anggaran biaya pelaksanaan Pilkada 2020 ditambah dengan protokol kesehatan di tengah pandemu virus corono belum tersedia.
Pada kesempatan itu, Komisi Pemilihan Umum (KPU) mengajukan usulan tambahan anggaran pilkada 2020 sampai dengan sebesar Rp5 triuliun (pagu atas). RDP tiga pihak tersebut selanjutnya menghasilkan tiga kesepakatan.
Pertama, sehubungan dengan Pilkada dengan protokol Coronavirus disease 2019 (Covid-19), diperlukan penyesuaian kebutuhan barang dan atau anggaran, serta penetapan jumlah pemilih per tempat pemungutan suara (TPS) maksimal 500 orang.
Kedua, terkait penyesuaian kebutuhan tambahan barang dan atau anggaran untuk penyelenggaraan Pilkada Serentak 2020, disetujui dapat dipenuhi juga melalui sumber APBN, dengan memperhatikan kemampuan APBD di daerah masing-masing.
Baca Juga
Terkait hal ini, akan segera diadakan rapat kerja gabungan antara Mendagri, Menteri Keuangan, Ketua Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19, dan penyelenggara pemilu.
Ketiga, agar terjadi efisiensi dalam penyelenggaraan Pilkada Serentak 2020, Komisi II DPR RI meminta penyelenggara pemilu untuk melakukan restrukturisasi anggaran yang dialokasikan untuk setiap tahapan Pilkada. Restrukturisasi anggaran tersebut mesti diserahkan kepada Komisi II DPR RI dan Kemendagri sebelum rapat kerja gabungan diadakan.
"Kondisi ini tentu saja mengherankan. Jika melacak keyakinan pemerintah, DPR, dan penyelenggara pemilu untuk segera memulai kembali tahapan pilkada, ternyata berbanding terbalik dengan realitas yang dihadapi langsung oleh para pemangku kepentingan kepemiluan ini," kata Titi menanggapi hasil rapat tersebut, Kamis (4/6/2020).
Dia mempertanyakan bagaimana mungkin anggaran pengadaan alat protokol kesehatan dan biaya tambahan untuk penyelenggaraan pilkada sebagai konsekuensi dari penambahan TPS masih belum dapat dipastikan, sementara tahapannya akan dimulai pada 15 Juni 2020.
"Jika dihitung mundur dari hari ini, pilkada akan dimulai dalam 11 hari ke depan," jelasnya.
Selain itu, dia juga menyangsikan kecukupan waktu untuk mengadakan alat protokol kesehatan dan pelindung diri dalam jumlah banyak dalam waktu 11 hari, sementara tahapan pilkada tidak mungkin dilaksanakan tanpa alat pelindung diri bagi penyelenggara pemilu.
Termasuk juga usulan yang disampaikan oleh Komisi II DPR, bahwa alat pelindung diri bagi penyelenggara pemilu langsung diberikan dalam bentuk barang. Jadi tidak perlu mekanisme tahapan pengadaan sendiri.
"Pertanyaannya, apakah sudah tersedia alat pelindung diri dalam bentuk barang langsung yang akan diserahkan ke penyelenggara tersebut?," lanjutnya.
Untuk itu, Perludem mendesak agar KPU memutuskan kembali untuk menunda Pilkada 2020 dengan persetujuan DPR dan Pemerintah.
"Kondisi pandemi yang belum juga mereda, serta persiapan kelanjutan pilkada ditengah pandemi yang masih jauh dari matang, hanya akan menimbulkan masalah besar di kemudian hari," katanya.