Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Dampak Pandemi Covid-19, 305 Juta Pekerjaan Purnawaktu Terancam Hilang

Dampak terhadap pasar tenaga kerja di seluruh dunia tampak jauh lebih parah dari perkiraan semula setelah banyak negara memperpanjang lockdown demi meredam persebaran penyakit virus corona (Covid-19).
Dua petugas polisi berjaga-jaga di Kota Mumbai, India, seiring dengan pemberlakuan lockdown untuk mencegah penyevaran virus corona COVID-19./Bloomberg
Dua petugas polisi berjaga-jaga di Kota Mumbai, India, seiring dengan pemberlakuan lockdown untuk mencegah penyevaran virus corona COVID-19./Bloomberg

Bisnis.com, JAKARTA – Dampak terhadap pasar tenaga kerja di seluruh dunia tampak jauh lebih parah dari perkiraan semula setelah banyak negara memperpanjang lockdown demi meredam persebaran penyakit virus corona (Covid-19).

Analisis yang dirilis oleh Organisasi Buruh Internasional (ILO) pada Rabu (29/4/2020) mengungkapkan dampak yang menghancurkan dari pandemi Covid-19 terhadap para pekerja di sektor informal dan ratusan juta perusahaan di seluruh dunia.

Menurut ILO, jam kerja akan turun 10,5 persen pada kuartal II/2020 dibandingkan sebelum krisis corona dimulai. Penurunan ini setara dengan 305 juta pekerjaan purnawaktu (asumsi 48 jam kerja per pekan).

“Perkiraan sebelumnya adalah untuk penurunan 6,7 persen, setara dengan 195 juta pekerja purnawaktu. Kondisi tersebut disebabkan oleh perpanjangan dan perluasan langkah-langkah lockdown,” tulis ILO.

Jumlah yang sangat besar ini memberikan gambaran dampak dari pandemi Covid-19 dan langkah-langkah untuk membendungnya terhadap ekonomi global.

Meski diperlukan untuk membatasi jatuhnya korban jiwa, langkah pembatasan ataupun lockdown telah menutup bisnis serta memangkas pendapatan dan pekerjaan. Pemerintah negara-negara juga terbebani dengan banyaknya pekerja yang mengklaim tunjangan atau mendapatkan upah bersubsidi untuk program cuti.

“Ini adalah statistik yang sulit untuk diterima dan kita semua harus memikirkan penderitaan banyak orang di belakang angka sebesar itu,” tutur Direktur Jenderal ILO Guy Ryde, seperti dikutip dari Bloomberg.

Meski pekerja di banyak negara Eropa telah mendapat manfaat dari proteksi sosial yang kuat, ILO memperingatkan bahwa banyak yang tidak memiliki akses ke jaringan pengamanan kerja.

“Dikatakan bahwa virus ini tidak membeda-bedakan, dan itu benar secara medial, tetapi dalam istilah ekonomi, virus ini mendiskriminasi secara besar-besaran dan mendiskriminasi kalangan di bawah,” sambung Ryder.

Dalam analisisnya, ILO juga memaparkan bahwa hampir 1,6 miliar pekerja informal terdampak secara signifikan oleh lockdown atau bekerja di sektor-sektor yang paling terpukul.

Bulan pertama krisis dapat memangkas pendapatan mereka sebesar 60 persen secara global, dengan penurunan terbesar di Afrika dan Amerika Latin.

Sementara itu, ada lebih dari 400 juta perusahaan masuk dalam sektor-sektor berisiko seperti manufaktur, ritel, restoran, dan hotel.

Di tengah dampak parah seperti ini, sejumlah negara berencana untuk mulai membuka kembali aktivitas perekonomian mereka. Meski telah menguraikan perkiraan kerangka waktu, banyak yang khawatir bergerak terlalu cepat dan menciptakan gelombang infeksi kedua yang mematikan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Editor : Rivki Maulana
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper