Bisnis.com, JAKARTA — Politikus Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan atau PDIP Masinton Pasaribu mengkritik Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang Nomor 1 Tahun 2020 tentang Kebijakan Keuangan dan Stabilitas Sistem Keuangan untuk Penanganan Covid-19.
Masinton menyebut substansi Perpu itu seperti hendak menyabotase Undang-undang Dasar 1945. "Perpu Nomor 1 Tahun 2020 kepentingan nyata kaum oligarki. Toean.. Ini bukan Perpu, ini sabotase konstitusi," tulis Masinton di akun Twitternya, @Masinton, Sabtu (18/4/2020).
Lewat pesan singkat, anggota Komisi Hukum Dewan Perwakilan Rakyat ini menyinggung 'pasal imunitas' dalam Perpu tersebut. Pasal itu menjelaskan pejabat pemerintah tidak dapat dituntut perdata ataupun pidana jika melaksanakan tugas berdasarkan iktikad baik dan bahwa segala keputusan berdasarkan Perpu bukan objek gugatan ke peradilan tata usaha negara.
Dia mengatakan pasal ini bertentangan dengan Pasal 27 ayat (1) UUD 1945 yang menegaskan semua warga negara berkedudukan sama di hadapan hukum. Kesamaan di hadapan hukum, kata Masinton, berarti setiap warga negara harus diperlakukan adil oleh aparat penegak hukum dan pemerintah.
"Perpu adalah peraturan pemerintah pengganti Undang-undang. Bukan menggantikan Undang-undang Dasar. Ini yang saya sebut sebagai sabotase konstitusi," ujar dia.
Dia juga menyebut secara judul pun Perpu Nomor 1 Tahun 2020 itu rancu dan tidak fokus. "Perpu ini mau menanggulangi pandemi Covid-19 atau mau menanggulangi kebijakan keuangan negara?"
Baca Juga
Dia juga menyorot alasan pemerintah menerbitkan Perpu. Pemerintah beralasan pandemi Covid-19 berdampak antara lain terhadap perlambatan pertumbuhan ekonomi nasional, penurunan penerimaan negara, dan peningkatan belanja negara dan pembiayaan.
"Alasan ini nggak perlu menerbitkan Perpu, bisa dengan merevisi UU APBN," ujar dia.
Masinton Pasaribu mengatakan pemerintah memang berwenang menerbitkan Perpu. Namun, menurut dia, tak ada kekosongan hukum yang menjadi kendala pemerintah menghadapi pandemi Covid-19. Padahal penerbitan perpu mensyaratkan kebutuhan mendesak dan kekosongan hukum tersebut.
Pemerintah, kata dia, telah dibekali sejumlah payung hukum untuk mengatasi pandemi. Yakni Undang-undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana, UU Nomor 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan, serta UU Nomor 4 Tahun 1984 tentang Wabah Penyakit Menular.
"Di sinilah ruang abu-abu para penumpang gelap bermain melalui regulasi dengan menyisipkan agenda dan kepentingannya memanfaatkan situasi pandemi Covid-19," kata Masinton.