Bisnis.com, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Senin (9/3/2020), memanggil Direktur Utama PT Waskita Beton Precast, Jarot Subana, dalam penyidikan kasus korupsi pelaksanaan pekerjaan subkontraktor fiktif pada proyek-proyek yang dikerjakan PT Waskita Karya (WK).
Jarot diagendakan diperiksa sebagai saksi untuk tersangka mantan Kepala Divisi ll PT Waskita Karya, Fathor Rachman (FR).
"Penyidik hari ini mengagendakan pemeriksaan terhadap Direktur Utama PT Waskita Beton Precast, Jarot Subana, sebagai saksi untuk tersangka FR terkait tindak pidana korupsi pelaksanaan pengerjaan subkontraktor fiktif pada proyek-proyek yang dikerjakan PT Waskita Karya," kata Pelaksana Tugas Juru Bicara KPK Ali Fikri saat dikonfirmasi, di Jakarta, Senin.
Selain Jarot, KPK juga memanggil dua saksi lainnya untuk tersangka Fathor, yakni mantan Komisaris PT Aryana Sejahtera Mohammad Hosen dan Ndaru Waskito, pihak swasta.
Dalam penyidikan kasus tersebut, penyidik KPK masih melengkapi berkas perkara untuk tersangka Fathor dan mantan Kepala Bagian Keuangan dan Risiko Divisi II PT Waskita Karya Yuly Ariandi Siregar (YAS).
Diketahui, Fathor dan Yuly dan kawan-kawan diduga menunjuk beberapa perusahaan subkontraktor untuk melakukan pekerjaan fiktif pada sejumlah proyek konstruksi yang dikerjakan oleh PT Waskita Karya.
Baca Juga
Sebagian dari pekerjaan tersebut diduga telah dikerjakan oleh perusahaan lain, namun tetap dibuat seolah-olah akan dikerjakan oleh empat perusahaan subkontraktor yang teridentifikasi sampai saat ini.
Diduga empat perusahaan tersebut tidak melakukan pekerjaan sebagaimana yang tertuang dalam kontrak. Atas subkontrak pekerjaan fiktif itu, PT WK selanjutnya melakukan pembayaran kepada perusahaan subkontraktor tersebut.
Namun selanjutnya, perusahaan-perusahaan subkontraktor tersebut menyerahkan kembali uang pembayaran dari PT WK kepada sejumlah pihak, termasuk yang kemudian diduga digunakan untuk kepentingan pribadi Fathor Rachman dan Yuly Ariandi Siregar.
Dari perhitungan sementara dengan berkoordinasi bersama Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI, diduga terjadi kerugian keuangan negara setidaknya sebesar Rp186 miliar.
Perhitungan tersebut merupakan jumlah pembayaran dari PT WK kepada perusahaan-perusahaan subkontraktor pekerjaan fiktif tersebut.
Diduga empat perusahaan subkontraktor tersebut mendapat "pekerjaan fiktif" dari sebagian proyek-proyek pembangunan jalan tol, jembatan, bandara, bendungan, dan normalisasi sungai. Total terdapat 14 proyek terkait pekerjaan fiktif tersebut.
Sebanyak 14 proyek itu, antara lain proyek Normalisasi Kali Bekasi Hilir, Bekasi, Jawa Barat, proyek Banjir Kanal Timur (BKT) Paket 22, Jakarta, proyek Bandara Kualanamu, Sumatera Utara, proyek Bendungan Jati Gede, Sumedang, Jawa Barat, proyek Normalisasi Kali Pesanggrahan Paket 1, Jakarta, proyek PLTA Genyem, Papua, dan proyek Tol Cinere-Jagorawi (Cijago) Seksi 1, Jawa Barat.
Selanjutnya, proyek "fly over" Tubagus Angke, Jakarta, proyek "fly over" Merak-Balaraja, Banten, proyek Jalan Layang Non Tol Antasari-Blok M (Paket Lapangan Mabak), Jakarta, proyek Jakarta Outer Ring Road (JORR) seksi W 1, Jakarta, proyek Tol Nusa Dua-Ngurah Rai-Benoa Paket 2, Bali, proyek Tol Nusa Dua-Ngurah Rai-Benoa Paket 4, Bali, proyek Jembatan Aji Tulur-Jejangkat, Kutai Barat, Kalimantan Timur.
Atas perbuatannya, Fathor Rachman dan Yuly Ariandi Siregar disangkakan melanggar pasal 2 ayat (1) atau pasal 3 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto pasal 55 ayat (1) ke-1 juncto pasal 65 ayat (1) KUHP.