Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

AS Cabut Beberapa Negara Dari Daftar Negara Berkembang, Termasuk Indonesia

Presiden AS Donald Trump jengkel karena negara dengan ekonomi besar, seperti China dan India, diberikan hak untuk menikmati preferensi khusus sebab dipandang sebagai negara berkembang oleh WTO.
Presiden Amerika Serikat Donald Trump./Reuters-Jonathan Ernst
Presiden Amerika Serikat Donald Trump./Reuters-Jonathan Ernst

Bisnis.com, JAKARTA - Pemerintah Amerika Serikat di bawah Presiden Donald Trump sedang mengubah kebijakan perdagangannya dengan mengeluarkan beberapa negara dari daftar negara berkembang, termasuk China, India, dan Afrika Selatan.

Dilansir dari Bloomberg, Pemerintah AS mempersempit daftar internalnya terkait negara-negara yang masuk kategori developing dan least-developed untuk menurunkan batasan syarat suatu negara bisa diinvestigasi karena menganggu industri AS dengan subsidi ekspor yang tidak adil. Hal ini diketahui berdasarkan pemberitahuan dari Kantor Perwakilan Dagang AS.

Pemerintah Negeri Paman Sam tersebut mencabut preferensi khusus untuk beberapa negara berkembang, termasuk Indonesia. Selain Indonesia, negara berkembang lain yang terkena pencabutan preferensi khusus yaitu Albania, Argentina, Armenia, Brazil, Bulgaria, China, Colombia, Costa Rica, Georgia, Hong Kong, India, Kazakhstan, Kirgizstan, Malaysia, Moldova, Montenegro, Makedonia Utara, Romania, Singapura, Afrika Selatan, Korea Selatan, Thailand, Ukraina, dan Vietnam.

The US Trade Representative (USTR) menyatakan keputusan tersebut bertujuan untuk memperbarui pedoman investigasi perdagangan karena panduan sebelumnya, yang berlaku mulai 1998, dinilai sudah usang.

Keputusan tersebut bakal berdampak pada penambahan tarif perdagangan untuk beberapa negara eksportir utama dunia. Hal ini juga menunjukkan kegeraman Trump karena negara dengan ekonomi besar, seperti China dan India, diberikan hak untuk menikmati preferensi khusus karena dipandang sebagai negara berkembang oleh Organisasi Perdagangan Dunia atau World Trade Organization (WTO).

Dalam kunjungannya di World Economic Forum di Davos pada bulan lalu, Trump mengatakan jika WTO memperlakukan negaranya dengan tidak adil.

"China dipandang sebagai negara berkembang, begitu juga dengan India. Namun, kami [AS] tidak. Selama yang saya pahami, kami juga negara berkembang," ujarnya.

Adapun tujuan dari pemberian preferensi khusus dari WTO bagi negara berkembang adalah untuk membantu negara tersebut untuk mengurangi kemiskinan, membuka lapangan pekerjaan, dan berintegrasi ke sistem perdagangan dunia.

Di bawah aturan WTO, pemerintah suatu negara harus menghapus penyelidikan anti-subsidi jika jumlah subsidi de minimis, atau biasanya ditentukan kurang dari 1 persen ad valorem.

Namun, untuk negara berkembang WTO memberikan standar yang berbeda, yaitu subsidi di bawah 2 persen ad valorem.

Pemerintah AS memutuskan untuk mengakhiri preferensi khusus bagi negara-negara berkembang yang memiliki kategori, seperti anggota perhimpunan ekonomi global, seperti G20, OECD, atau yang diklasifikasikan Bank Dunia sebagai negara berpenghasilan tinggi.

Pada Juli tahun lalu, Trump merilis memo eksekutif yang memerintahkan Perwakilan Perdagangan AS Robert Lighthizer untuk memastikan apakah ada kemajuan berarti dari kebijakan tersebut.

Beberapa negara yang telah dikeluarkan dari daftar USTR telah sepakat untuk melepaskan hak-hak mereka sebagai negara berkembang di perdagangan ke depan, seperti Brasil, Singapura, dan Korea Selatan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Sumber : Bloomberg
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper