Bisnis.com, JAKARTA - Polda Metro Jaya menangkap sebanyak 2 orang notaris tanah abal-abal yang menipu korbannya dengan cara memalsukan surat tanah.
Kapolda Metro Jaya Irjen Polisi Nana Sudjana mengungkapkan ketujuh pelaku yang ditetapkan sebagai tersangka itu adalah Raden Handi, Arnold Yosep, Henry Primariandy, Siti Djubaedah, Bugi Martono, Dimas Okgi dan Denny Elza. Adapun yang berperan sebagai notaris abal-abal adalah Raden Handi dan Dedi Rusmanto. Keduanya menggunakan nama "kantor notaris Idham"
Sementara, dua tersangka tambahan atas nama Neneng dan Ayu telah ditetapkan sebagai buronan dan satu lagi atas nama Dedi Rusmanto sudah ditahan di Lapas Cipinang atas kasus yang sama.
"Saat ini total ada tujuh orang yang diamankan," tuturnya, Rabu (15/2/2020).
Kasus tersebut, menurut Nana, terungkap setelah ada korban bernama Indra Hosein melaporkan peristiwa itu ke Polda Metro Jaya.
Hosein, kata Nana, melaporkan bahwa sertifikat tanahnya telah dipalsukan oleh pelaku ketika berencana menjual rumahnya di Jakarta Selatan seharga Rp70 miliar.
Baca Juga
Mengetahui rumah Hosein mau dijual, kemudian tersangka Dian berupaya menemui Hosein untuk membelinya. Namun, sebelum membeli rumah Hosein, Dian meminjam fotocopy sertifikat tanah Hosein untuk dicek ke kantor notaris yang sudah dipersiapkan sebelumnya untuk melakukan aksi penipuan.
"Tersangka atas nama Raden Handi ini mengaku sebagai notaris dan berpura-pura mengecek atau memeriksa sertifikat tanah korban," katanya.
Selanjutnya, kata Nana, notaris atas nama Raden Handi dan korban langsung berangkat ke Badan Pertanahan Nasional (BPN) untuk memastikan keaslian sertifikat tanah milik korban.
Kemudian, tanpa sepengetahuan korban, sertifikat asli itu ditukar dengan sertifikat palsu yang dipersiapkan oleh pelaku.
"Sertifikat yang asli ini disimpan tersangka Dedi Rusmanto. Sementara yang palsu diserahkan ke korban yang saat itu diwakili oleh saudaranya yang bernama Lutfi," katanya.
Nana mengatakan bahwa Dedi Rusmanto diganjar uang tunai sebesar Rp30 juta setelah menjalankan aksi penukaran sertifikat tersebut. Selanjutnya, Ayu dan Dimas mulai beraksi dengan menemui seorang rentenir.
Menurut Nana, Ayu dan Dimas menggunakan KTP palsu saat menggadai sertifikat tanah itu seharga Rp11 miliar kepada rentenir. Setelah sepakat, Ayu dan Dimas mendapatkan uang Rp11 miliar dari si rentenir.
"Uang itu ditransfer ke rekening pelaku, kemudian ditarik tunai untuk diserahkan ke tersangka Arnold dan Neneng," ujarnya.
Nana mentaksir kerugian korban dan rentenir terkait kasus itu mencapai angka Rp85 miliar, termasuk kerugian pemilik rumah dan sertifikat yang digadai serta beberapa pinjaman lainnya.
"Para tersangka akan dijerat Pasal 263 KUHP dan Pasal 264 KUHP jo Pasal 55 ayat 1 KUHP. Undang-Undang Nomor 8/2010 Pasal 3,4 dan 5 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU)," katanya.