Bisnis.com, JAKARTA - Mahkamah Konstitusi (MK) kembali melakukan ‘bersih-bersih’ perkara pengujian UU KPK hasil revisi yang tidak memenuhi syarat formil. Teranyar, permohonan Martinus Butarbutar dan Risof Mario dikandaskan oleh MK. Gugatan dua advokat itu dinyatakan tidak dapat diterima.
"Mengadili, menyatakan permohonan para pemohon tidak dapat diterima," kata Ketua Majelis Hakim Konstitusi Anwar Usman saat membacakan amar Putusan MK No. 84/PUU-XVII/2019 di Jakarta, Rabu (29/1/2020).
Hakim Konstitusi Arief Hidayat mengingatkan bahwa pemohon pengujian UU harus memiliki kedudukan hukum. Untuk itu, pemohon mesti mendalilkan adanya kerugian konstitusional atas eksistensi objek gugatan.
Faktanya, kata Arief, Martinus dan Risof tidak memaparkan secara detail dampak pemberlakuan Pasal 37C ayat (2) UU KPK hasil revisi terhadap hak konstitusional mereka. Keduanya hanya mengklaim UU KPK hasil revisi mengancam pribadi rakyat Indonesia.
"Oleh karenanya para pemohon tidak memenuhi syarat kedudukan hukum untuk mengajukan permohonan," kata Arief saat membacakan pertimbangan putusan.
Pasal 37C ayat (2) UU KPK hasil revisi yang diperkarakan Martinus dan Risof mencantumkan ketentuan pengaturan organ pelaksana Dewan Pengawas KPK dalam peraturan presiden. Para pemohon meminta MK membatalkan norma tersebut.
Baca Juga
Permohonan Martinus dan Risof adalah perkara kedua yang dieliminasi MK karena tidak memenuhi syarat formil. Pada 28 November 2019, MK juga menyatakan permohonan 190 orang berstatus mahasiswa dan swasta tidak dapat diterima karena salah objek.
UU KPK semestinya bernomenklatur UU No. 19/2019 tentang Perubahan Kedua atas UU No. 30/2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Namun, ketika itu para mahasiswa menuliskan UU No. 16/2019.
Dengan kandasnya dua permohonan itu, pengujian UU KPK hasil revisi masih menyisakan tujuh perkara. Dari tujuh perkara, sebanyak enam perkara dijadwalkan memasuki tahapan sidang pemeriksaan keterangan DPR dan pemerintah pada 3 Februari 2020.