Bisnis.com, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi menyatakan bahwa lembaran baru perkara Surat Keterangan Lunas Bantuan Bank Likuiditas Indonesia atau SKL BLBI kian terbuka.
Hal tersebut menyusul pernyataan Mahkamah Agung (MA) yang memberi sanksi terhadap salah satu hakim kasasi perkara Surat Keterangan Lunas Bantuan Bank Likuiditas Indonesia (SKL BLBI) Syamsul Rakan Chaniago.
"Bisa disebut informasi ini sebagai lembaran baru kasus BLBI atau setidaknya memperjelas beberapa kontroversi dan keraguan sebelumnya," kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah, Minggu (29/9/2019).
Febri mengaku cukup terkejut ketika seorang Hakim Agung terbukti bertemu dan berhubungan kontak dengan pengacara terdakwa apalagi untuk kasus sebesar BLBI. Atas dasar itu, MA menjatuhkan sanksi kepada Syamsul berupa penetapan sebagai hakim nonpalu selama enam bulan.
"Semoga sanksi tersebut semakin memperjelas persoalan sebelum putusan lepas tersebut diambil di MA," ujar Febri.
Febri mengaku akan mempelajari lebih lanjut keputusan MA yang memberi sanksi pada salah satu hakim kasasi perkara Syafruddin Temenggung.
KPK saat ini masih belum menerima salinan putusan kasasi. Padahal, putusan tersebut telah dibacakan pada 9 Juli lalu.
Febri mengatakan pihaknya telah mengirimkan surat ke MA meminta putusan kasasi mengingat putusan itu dinilai penting untuk menentukan langkah KPK berikutnya.
"KPK akan segera membicarakan perkembangan terbaru kasus BLBI ini," kata Febri.
Febri memastikan bahwa lembaga antirasuah serius dan berkomitmen mengusut kasus dengan kerugian negara Rp4,58 triliun ini, khususnya terhadap penyidikan tersangka Sjamsul Nursalim dan Itjih Nursalim.
"Juga tindak lanjut pascaputusan kasasi 9 Juli 2019 lalu," kata Febri.
Sebelumnya, Juru Bicara MA Andi Samsan Nganro mengatakan Syamsul Rakan Chaniago terbukti masih memiliki kantor pengacara dan melakukan pertemuan dengan salah satu kuasa hukum Syafruddin Arsyad Temenggung bernama Ahmad Yani.
"Sudah diputuskan oleh Tim Pemeriksa MA dengan putusan bahwa Saudara Syamsul Rakan Chaniago dipersalahkan," kata Andi, Minggu (29/9/2019).
Andi mengatakan bahwa nama Syamsul masih tercantum di kantor lawfirm meskipun yang bersangkutan sudah menjabat sebagai hakim ad hoc Tipikor pada MA.
Selain itu, Syamsul juga mengadakan kontak hubungan dan pertemuan dengan salah satu penasihat hukum Syafruddin Temenggung bernama Ahmad Yani di Plaza Indonesia pada 28 Juni 2019 pukul 17.38 WIB sampai dengan 18.30 WIB.
Padahal, kata Andi, saat itu Syamsul Rakan Chaniago duduk sebagai hakim anggota pada majelis hakim terdakwa Syafruddin Arysad Temenggung, yang berujung pada putusan lepas alias keluar dari tahanan.
Atas alasan tersebut, lanjut Andi, Syamsul Rakan Chaniago selaku hakim ad hocTipikor pada MA sebagai terlapor dikenakan sanksi sedang berupa hakim non palu selama enam bulan.
Andi mengatakan hal tersebut sebagaimana diatur dalam Pasal 21 huruf b Peraturan Bersama Ketua MA dan Ketua KY No. 02/PB/MA/IX/2012 - 02 /BP/P-KY/09/2012.
Pada 9 Juli 2019 lalu, para Hakim Agung MA berbeda pendapat dalam pertimbangan terkait perbuatan terdakwa kasus BLBI Syafruddin.
Ketua Majelis Hakim, Salman Luthan sependapat dengan putusan PT DKI pada tingkat banding (judex facti).
Sedangkan Hakim Anggota I, Syamsul Rakan Chaniago menyebut jika perbuatan Syafruddin merupakan perbuatan perdata.
Sementara itu, Hakim Anggota II Mohamad Asikin berpandangan bahw perbuatan Syafruddin adalah perbuatan administrasi.
Dengan putusan ini, MA membatalkan putusan Putusan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Tinggi DKI Jakarta Nomor 29/PIDSUS-TPK/2018/PT DKI tanggal 2 Januari 2019 yang memperberat hukumannya selama 15 tahun dari 13 tahun penjara.
Syafruddin Arsyad Temenggung terbukti melakukan korupsi bersama-sama dengan Dorodjatun Kuntjoro-Jakti, Sjamsul Nursalim, dan Itjih Nursalim dalam kasus SKL BLBI.
Adapun total kerugian negara akibat perlakuan Syafruddin itu mencapai Rp4,58 triliun.
Namun, dengan putusan ini. MA saat itu memerintahkan agar Syafrudin Temenggung segera dikeluarkan dari tahanan. Dia pun kini bebas.