Bisnis.com, JAKARTA — Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) telah mengesahkan revisi Undang-Undang nomor 30 tahun 2002 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (KPK) menjadi undang-undang. Pengesahan dilakukan melalui rapat paripurna.
Ketua Badan Legislasi Dewan Perwakilan Rakyat (Baleg DPR) Supratman Andi Agtas dalam penyampaian laporan revisi UU 30/2002 mengatakan bahwa dalam pembahasan, ada beberapa perbedaan pandangan pendapat.
“Tujuh fraksi secara penuh menerima tanpa catatan. Dua fraksi belum menerima atau menyetujui terutama yang berkaitan dengan pemilihan dewan pengawas yang tanpa melalui uji kelayakan dan kepatutan di DPR, yaitu fraksi Gerindra dan PKS,” katanya dalam sidang, Selasa (17/9/2019).
Andi menjelaskan bahwa hanya Partai Demokrat yang belum menyampaikan pandangan, karena masih ingin melakukan konsultasi dengan pimpinan fraksi. Oleh karena itu, dia meminta agar rancangan UU 30/2002 disahkan untuk jadi UU.
Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah yang memimpin rapat kemudian bertanya kepada peserta sidang.
“Apakah pembicaran tingkat dua pengambilan keputusan atas undang undang nomor 30 tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi dapat disetujui dan disahkan menjadi undang undang?” tanyanya dan di mengetok tanda sah karena disetujui peserta.
Setidaknya ada tujuh poin revisi UU 30/2002. Seluruhnya, yaitu kedudukan KPK sebagai lembaga penegak hukum berada pada kekuasaan eksekutif, pembentukan dewan pengawas, pelaksanaan penyadapan, serta mekanisme penghentian penyidikan dan atau penuntutan.
Kemudian, soal koordinasi kelembagaan KPK dengan lembaga penegak hukum dalam pelaksanaan penyelidikan, penyidikan dan penuntutan perkara tindak pidana korupsi, mekanisme penggeledahan dan penyitaan, serta sistem kepegawaian KPK