Konservatisme dan Kapitalisasi Agama
Sentimen agama pada Pemilu 2019 memang menguat sejak Pilkada 2017, karena mantan Gubernur DKI Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok tersandung kasus penodaan agama. Ikram melihat, partai-partai Islam ini mencoba memanfaatkan konservatisme agama.
Meski teruji berhasil di Pilkada DKI 2017 dan menguatkan pemilih pasangan kepala daerah yang diusung PKS, sentimen agama belum teruji berhasil di Pileg selama ini. Apalagi, magnet Pilpres 2019 jauh lebih kuat ketimbang Pileg.
Ikram mengatakan, hanya partai yang berkaitan langsung dengan calon presiden lah yang akan mendapatkan insentifnya, yaitu PDI Perjuangan sebagai partai Joko Widodo dan Gerindra sebagai partai Prabowo Subianto.
"PKS yang mendorong 2019 ganti presiden, faktanya di survei-survei tidak bisa mengangkat (elektabilitas) karena magnet pilpres jauh lebih kuat," kata Ikram.
Ikram pun menyarankan pada pengurus parpol Islam untuk memperbaiki representasi simbol parpol yang mewakili entitas agama. Sebab, tulang punggung partai Islam adalah kapitalisasi agama. "Minimal representasi agama diperkuat, saya pikir bisa saja mendongkrak (perolehan suara)," kata Ikram.
Saran berikutnya ialah memperbaiki kualitas kader partai, sehingga tidak terjebak pada korupsi yang bisa membuat masyarakat antipati terhadap partai Islam. Pasalnya, partai Islam yang terjebak kasus korupsi memiliki daya rusak lebih kuat ketimbang partai sekuler.