Bisnis.com, JAKARTA - Pemerintah Korea Utara mengeluarkan peringatan perihal potensi krisis pangan beberapa hari menjelang pertemuan tingkat tinggi Kim Jong-un dan Presiden Amerika Serikat Donald Trump di Vietnam.
Dalam sebuah memo yang dilihat Reuters, Korea Utara melaporkan bahwa negara itu menghadapi kekurangan pangan sekitar 1,4 juta ton pada 2019 akibat kekeringan, banjir, cuaca buruk, dan sanski PBB sehingga terpaksa mengurangi jatah ransum ke penduduk.
Memo dua halaman tak bertanggal yang dikeluarkan perwakilan Korea Utara untuk Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) itu juga menyebutkan bahwa produksi pangan pada 2018 sebesar 4,952 juta ton, turun 503 ribu ton dibanding 2017.
Angka tersebut dikonfirmasi PBB sebagai data resmi yang dikeluarkan pemerintah Korea Utara pada akhir Januari lalu. Mereka menyebutkan produksi pangan yang dilaporkan termasuk beras, gandum, kentang, kedelai, dan kacang polong.
"Pemerintah Republik Rakyat Demokratik Korea menyerukan kepada organisasi internasional untuk segera menangani situasi pangan ini," demikian bunyi memo tersebut.
Sebagai tindak lanjut atas kondisi ini, Korea Utara menyatakan akan mengimpor 200 ribu ton pangan dan memproduksi 400 ribu ton pada masa awal panen. Namun, jumlah tersebut masih belum memenuhi kebutuhan sehingga Pyongyang akan memotong jatah ransum harian dari 550 gram menjadi 300 gram.
Baca Juga
Sementara itu, juru bicara PBB Stephane Dujarric mengungkapkan bahwa saat ini para pejabat AS dan kelompok bantuan di Korea Utara sedang berkonsultasi dengan pemerintah setempat. Konsultasi dimaksudkan untuk lebih memahami dampak situasi pangan ini kepada kelompok rentan.
Mereka juga tengah membicarakan tindakan segera untuk menanggulangi masalah ini.
Dujarric menyatakan saat ini PBB dan kelompok bantuan hanya mampu membantu sepertiga dari enam juta penduduk yang membutuhkan pangan berdasarkan data tahun lalu, karena kekurangan dana.
Dari total dana senilai US$111 juta yang diajukan pada 2018, hanya seperempatnya yang dicairkan, kata Dujarric.
PBB memperkirakan terdapat total 10,3 juta orang atau setengah dari populasi Korea Utara membutuhkan bantuan dan setidaknya 41% penduduk negara itu mengalami kekurangan gizi.
Rilis memo yang muncul sepekan menjelang KTT Trump dan Kim ini dinilai co-editor North Korea Economy Watch dan sarjana di Institut Kebijakan Luar Negeri, Benjamin Silberstein, sebagai upaya untuk menekan Amerika Serikat supaya meringankan sanksi ekonomi.
Ia mengungkapkan bahwa panen di Korut memang buruk, namun tak ada tanda-tanda darurat pangan.