Bisnis.com, JAKARTA - Pakar hukum pidana Abdul Fickar Hadjar mengatakan jika tidak ada landasan hukum dalam rencana pembebasan Abu Bakar Ba’asyir, Presiden Jokowi bisa mengacaukan sistem hukum Indonesia.
"Artinya, meski dengan pertimbangan kemanusiaan, tetap harus ada landasannya," kata Fickar saat dihubungi, Minggu (20/1/2019).
Menurut Fickar langkah Jokowi membebaskan Baasyir tidak menutup kemungkinan menimbulkan kesan adanya tujuan politik. Apalagi, Ba’asyir menolak menandatangani surat pernyataan tentang janji tidak akan mengulangi tindak pidana, sehingga membatalkan hak pembebasan bersyarat atas dirinya.
Fickar menjelaskan ada beberapa persyaratan administratif agar narapidana memperoleh hak-haknya. Tetapi persyaratan administratif ini tidak boleh menegasikan hak hukum narapidana sebagaimana hak pada umumnya yang bisa digunakan bisa tidak.
Secara administratif, persyaratan pembebasan bersyarat adalah telah menjalani 2/3 masa hukuman, berkelakuan baik selama pidana, dan telah mengikuti program pembinaan. Persyaratan administratif ini tidak bisa mengalahkan hak hukum.
Saat ini, pembebasan terhadap Ba’asyir dinilai tanpa landasan.
Baca Juga
"Presiden dapat dianggap mengangkangi konstitusi,” kata Fickar.
Abdul Fickar Hadjar menyarankan Presiden Jokowi membuat landasan hukum berupa Perppu, Perpres atau Peraturan Menkumham sebagai dasar tindakannya.
“Agar tidak menimbulkan kesan semaunya demi tujuan tertentu.”
Abu Bakar Ba’asyir divonis 15 tahun penjara oleh Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada 2011. Pimpinan dan pengasuh Pondok Pesantren Al-Mukmin Ngruki, Sukoharjo, Jawa Tengah, itu dinyatakan terbukti secara sah dan meyakinkan menggerakkan orang lain dalam penggunaan dana untuk membiayai tindak pidana terorisme.