Bisnis.com, JAKARTA — Langkah Presiden Joko Widodo membebaskan narapidana terorisme Abu Bakar Ba’asyir dengan alasan pertimbangan kemanusiaan diharapkan juga diberikan kepada 51 terpidana hukuman mati dengan masa tunggu 10 tahun lebih.
Direktur Eksekutif ICJR Anggara mengatakan bahwa pidana mati dapat diubah melalui keputusan presiden jika selama 10 tahun terpidana mati menunjukkan sikap dan perbuatan terpuji.
“Pidana mati juga secara otomatis diubah oleh keputusan presiden jika 10 tahun sejak grasi ditolak tidak dilakukan eksekusi,” katanya melalui pesan instan kepada wartawan, Minggu (20/1/2019).
Anggara menjelaskan bahwa 51 orang tanpa kejelasan hukuman ini tentu akan mempengaruhi kondisi psikologis. Bahkan 21 orang di antaranya telah masuk ke dalam daftar tunggu pidana mati lebih dari 15 tahun.
“Jika Presiden menghormati nilai kemanusiaan ini, maka presiden harus mengubah pidana mati ke-51 orang tersebut menjadi pidana seumur hidup ataupun pidana maksimal 20 tahun penjara,” ucapnya.
Menurut Anggara, memasukkan seseorang dalam daftar tunggu pidana mati terlalu lama dengan ketidakpastian merupakan bentuk penyiksaan dan perlakuan tidak manusiawi dari negara.
Sebelumnya, Majelis Hakim pada Pengadilan Negeri Jakarta Selatan telah memutus hukuman 15 tahun penjara kepada Abu Bakar Ba’asyir karena terbukti secara sah dan meyakinkan menggerakkan orang lain dalam penggunaan dana untuk melakukan tindak pidana terorisme di Indonesia.
Vonis 15 tahun penjara itu dijatuhkan Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada tahun 2011, yang seharusnya Abu Bakar Ba’asyir bebas murni pada 2026 belum dipotong remisi dari Ditjen Lapas.
Pada Desember 2018, narapidana Abu Bakar Ba’asyir seharusnya mendapatkan bebas bersyarat. Namun ditolak oleh Abu Bakar Ba’asyir, karena lebih memilih bebas murni. Kemudian Januari 2019, Abu Bakar Ba’asyir yang baru menjalani masa pidana 8 tahun, mendapatkan bebas murni dari Presiden Jokowi atas dasar kemanusiaan dan usia yang sudah tua.