Bisnis.com, JAKARTA - Menteri Luar Negeri Retno Marsudi menilai mundurnya beberapa negara dari kesepakatan Global Compact on Migration (GCM) adalah suatu hal yang disayangkan.
GCM atau Global Compact for Safe, Orderly and Regular Migration merupakan kesepakatan global tak mengikat yang dirampungkan Juli lalu oleh 193 negara PBB kecuali Amerika Serikat.
GCM merupakan dokumen pertama yang mengatur tata kelola migrasi internasional yang disepakati secara global. Sayangnya, menjelang penandatangan kesepakatan dalam konferensi PBB di Marrakesh 10-11 Desember lalu, sekitar 30 negara menyatakan pengunduran diri.
"Memang sangat disayangkan menjelang pelaksanaan konferensi GCM, beberapa negara mengundurkan diri dari komitmen terkait isu migrasi ini," kata Retno di Jakarta, Kamis (13/12/2018).
Retno menyebutkan pengunduran diri tersebut dilatarbelakangi ketakutan negara terhadap arus migrasi ireguler. Misalnya, sambung Retno, adanya tren peningkatan arus migrasi ilegal dan pengungsi yang dihadapi sejumlah negara.
"Ada mitos yang ditangkap oleh sejumlah pihak bahwa kesepakatan kemarin membahas soal migrasi ireguler. Padahal yang dibahas adalah tata kelola migrasi yang sifatnya reguler dengan mengutamakan keamanan migrasi tersebut," jelas Retno menjawab kekhawatiran yang diperlihatkan oleh negara yang mengundurkan diri.
Baca Juga
Retno juga menegaskan jika negara di dunia membicarakan soal perlindungan warga negara, maka status ireguler maupun reguler yang disandang oleh migran, sudah tidak lagi relevan.
"Karena memang tugas negara untuk melindungi warganya. Itulah yang paling penting," kata Retno.
Ia juga kembali menegaskan bahwa isu migrasi internasional ada isu global yang harus dihadapi negara di dunia secara bersama-sama. Artinya, kerja sama antarnegara diperlukan untuk menghadapi tantangan migran internasional.