Bisnis.com, SOLO — Sejumlah anak dan orang tua di Solo tidak setuju dengan penerapan jam wajib belajar yang digaungkan pemerintah karena dinilai tak lagi sesuai dengan kondisi sekarang.
Banyak sekolah yang sudah menerapkan full day sehingga anak belajar sejak pagi hingga sore hari. Gerakan Jam Wajib Belajar (GJWB) malam adalah gerakan yang mengharuskan peserta didik untuk belajar secara perorangan atau kelompok di bawah bimbingan orang tua, guru, atau pembimbing yang berkompeten di bidangnya. Kegiatan itu dilaksanakan di rumah sejak pukul 18.00 WIB sampai pukul 20.00 WIB.
Namun, kegiatan wajib belajar pada malam hari itu kini tak mendapatkan respons baik dari orang tua maupun anak. Yoga Pramayuda, 17, misalnya. Dia mengaku kewalahan apabila harus belajar lagi pada waktu malam hari. “Sudah capai pulang sekolah, masih disuruh belajar lagi. Enggak sanggup saya,” ujarnya kepada reporter Solopos.com, Tamara Geraldine, di Deganan Manahan, Selasa (27/11/2018).
Aditya bersama teman-temannya menghabiskan waktu di Deganan Manahan untuk melepas beban sehabis ujian semester. “Ini habis tes, nongkrong dulu biar enggak stres,” ujar dia.
Sementara itu, Agyani Firdausi, 41, warga Nusukan, Banjarsari, mengaku tak menyuruh anaknya belajar lagi di rumah. Agyani justru meminta anaknya yang duduk di kelas XI bermain dengan teman-temannya. “Sekolah sudah full day dari pagi hingga pukul 15.00 WIB. Saya rasa anak saya juga butuh udara segar untuk bermain,” ujarnya.
Menurut Agyani, anaknya tak bisa dididik untuk belajar terus-menerus sebab anak rawan dengan gangguan depresi. Anak bisa tertekan dengan permintaan orangtua agar mereka belajar hingga malam hari.
“Saya tak pernah menuntut anak saya belajar hingga malam hari, anak rawan dengan gangguan depresi yang membuat dia merasa tertekan dengan perintah kita yang menyuruhnya belajar terus menerus,” ujarnya.
Ada juga orangtua yang setuju dengan gerakan jam wajib belajar karena dinilai membawa masa depan yang cerah. Danik Kartika, 46, warga Kerten, contohnya.
Dia menyuruh anaknya tetap mengikuti les tambahan untuk mendapatkan universitas favorit. “Anak saya sejak kelas X sudah saya carikan guru privat untuk membantu dia belajar di rumah. Terkadang anak saya sering ketiduran jika gurunya sudah datang,” ujar dia.
Danik mengaku kasihan dengan anaknya yang harus menanggung banyak beban mata pelajaran di sekolah, namun masih diberikan les tambahan. “Ya kasihan, tetapi gimana biar anak saya mendapatkan masa depan yang baik,” ujarnya.