Bisnis.com, JAKARTA — Tepat 135 tahun yang lalu, Gunung Krakatau yang terletak di Selat Sunda mulai menunjukkan erupsi awal, yang ditandai dengan suara bergemuruh dan kepulan abu setinggi lebih dari 9 kilometer.
Puncaknya terjadi pada 27 Agustus 1883, tepat pukul 10.20, Krakatau meletus dahsyat. Selat Sunda bak neraka. Itulah yang tergambar pada saat Gunung Krakatau yang bangun dari tidur panjang selama 200 tahun. Bahkan tak sekadar meletus, melainkan meledak hingga hancur berkeping-keping.
Kekuatannya setara 150 megaton TNT, lebih besar 10.000 kali kekuatan bom atom yang meluluhlantakkan Hiroshima dan Nagasaki di Jepang kala itu.
Alhasil suara ledakan dan gemuruh letusan pun terdengar sampai radius lebih dari 4.600 km, dan terdengar sepanjang Samudera Hindia, dari Pulau Rodriguez dan Sri Lanka di barat, hingga penjuru timur ke Australia.
Karena itu, letusan Krakatau masih tercatat sebagai suara letusan paling keras yang pernah terdengar di muka bumi. Siapa pun yang berada dalam radius 10 kilometer niscaya menjadi tuli. The Guiness Book of Records mencatat bunyi ledakan Krakatau sebagai bunyi paling hebat yang terekam dalam sejarah.
Sejumlah laporan menyebutkan, karena peristiwa tersebut menyebabkan korban jiwa yang mencapai 120 ribu. Kerangka-kerangka manusia ditemukan mengambang di Samudera Hindia hingga pantai timur Afrika hingga 1 tahun setelah letusan.
Baca Juga
Lebih dahsyat lagi, fenomena langit juga terjadi kala itu. Abu vulkanik letusan tersebut menyebabkan bulan berwarna biru.
Pascaletusan tersebut, Krakatau hancur. Namun, mulai 1927 atau kurang lebih 40 tahun setelah meletusnya Gunung Krakatau, muncul gunung api yang dikenal sebagai Anak Krakatau. Gunung tersebut sangat aktif dan terus tumbuh. Tak heran, Anak Krakatau adalah satu dari 100 gunung berapi yang terus dipantau NASA melalui satelit Earth Observing-1 atau EO-1.