Kabar24.com, JAKARTA — Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) serta Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) bersepakat untuk melakukan perlindungan terhadap saksi, pelapor maupun justice collabolator perkara korupsi.
Kesepakatan itu dituangkan dalam nota kesepahaman yang ditandatangani Ketua LPSK Abdul Haris Semendawai serta Ketua KPK Agus Rahardjo di Kantor LPSK, Selasa (17/4/2018).
Nota kesepahaman ini meliputi kerja sama perlindungan saksi, penerapan dan peningkatan laporan harta kekayaan penyelenggara negara, pemetaan titik rawan gratifikasi dan penerapan program pengendalian gratifikasi.
“Perlindungan saksi, pelapor dan justice collabolator perkara korupsi merupakan hal penting dalam pengungkapan tindak pidana korupsi,” ujarnya.
Menurutnya, kedua lembaga tersebut sebelumnya telah memiliki nota kesepahaman serupa pada 2010 dan berakhir 2015. Meski nota kesepahaman tersebut telah berakhir, kerja sama kedua instansi tersebut terus dijalankan sembari menanti waktu yang tepat untuk menandatangani kembali nota kesepahaman itu.
Selama 2017, lanjutnya, LPSK telah melakukan perlindungan terhadap 164 orang mulai dari saksi, pelapor maupun justice collabolator perkara korupsi yang ditangai oleh KPK maupun Kepolisian. Lanjutnya, mayoritas dari jumlah tersebut merupakan saksi.
Baca Juga
“Pada 2018 sampai dengan Maret, kami telah melakukan perlindungan terhadap 148 saksi perkara korupsi. Penanganan mulai dari perlindungan fisik, prosedural dan lain sebagainya,” urainya.
Ketua KPK Agus Rahardjo mengatakna bahwa kedua belah pihak akan melakukan pembicaraan guna menghasilkan perjanjian yang lebih detail setelah penandatangan nota kesepahaman ini.
Pembahasan mendetail akan mencakup prosedur perlindungan saksi perkara korupsi serta lembaga mana yang berwenang melakukan perlindungan tersebut.
“Untuk sementara saya ingin seperti saat ini kita lihat kerawanannya kalai iya, saat segera beri perlindungan ke LPSK. Kalau misalkan segera butuh perlindungan tapi kita maish butuh pendalaman kasus, bisa dilakukan oleh KPK terlebih dahulu,” ujarnya.
Upaya perpanjangan nota kesepahaman ini diakui merupakan kehendak DPR yang tercantum dalam rekomendasi Pansus Hak Angket untuk menyelidiki KPK. Dalam rekomendasi tersebut, DPR meminta KPK dan LPSK melakukan koordinasi yang intens dalam hal perlindungan saksi perkara korupsi.