Bisnis.com, JAKARTA — Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) menyoroti perlu adanya hak-hak korban untuk bisa menyampaikan pendapat yang dialami terkait dengan peristiwa pidana, dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) baru.
Menurut Ketua LPSK Achmadi, keterangan saksi yang ada selama ini dalam proses peradilan terlihat lebih cenderung kepada keterangan untuk kepentingan proses pembuktian saja.
Untuk itu, dia menegaskan kebolehan korban berpartisipasi dalam proses persidangan dengan pernyataan dampak korban atau Victim Impact Statement (VIS) merupakan salah satu bentuk pemenuhan hak mendasar korban kejahatan.
“RKUHAP hendaknya mengakomodasi hak korban untuk berpartisipasi secara aktif dalam proses peradilan melalui pernyataan dampak kejahatan sebagai bentuk partisipasinya,” tegasnya dalam RDPU dengan Komisi III DPR RI, di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Selasa (17/6/2025).
Lebih lanjut, Purnawirawan Polri ini menjelaskan, ada tiga hal yang perlu dimuat dalam VIS di antaranya, kondisi fisik akibat kejahatan, kondisi psikis emosional, dan kondisi kerugian finansial yang diakibatkan.
Dengan demikian, imbuhnya, LPSK mengusulkan perlu ada tambahan pasal yang mengatur hal tersebut. Misalnya saja bisa diatur pada antara bab 13 dan 14 di revisi KUHAP nantinya.
Baca Juga
“Perlu disisipkan satu bab tentang penyampaian dampak kejahatan yang dialami oleh korban atau dalam pasal-pasal lain yang intinya perlu mengatur tentang tersebut,” tuturnya.
Dikatakan Achmadi, untuk hal itu pihaknya juga telah merumuskan usulan dalam empat ayat di Pasal 180A. Pertama, dampak kejahatan itu dialami dan dibuat dalam bentuk surat pernyataan tertulis.
“Kemudian pernyataan itu memuat penderitaan korban sebagai akibat peristiwa pidana dan penderitaan korban memuat paling sedikit kondisi fisik, psikologis, kerugian ekonomi, dan kondisi lainnya yang diakibatkan tindak pidana serta dampak kejahatan yang dialami oleh korban,” urainya.