Kabar24.com, JAKARTA - Aksi penerimaan gratifikasi maupun suap terkait perizinan usaha perkebunan dengan tersangka Bupati Kutai Kartanegara Rita Widyasari kian terkuak di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi.
Dalam sidang lanjutan Rabu (7/3/2018), saksi Hamsin, Komisaris PT Agronusa Sartika menuturkan bahwa pihaknya merupakan perusahaan konsultan yang kerap membantu pengurusan izin analisis dampak lingkungan (Amdal) di Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur.
Atas jasa itu, perusahaannya mematok tarif sebesar Rp60 juta. Uang tersebut lanjutnya, kemudian diserahkan ke Badan Lingkungan Hidup setempat dan dia tidak mengetahui ke mana saja aliran dana tersebut bermuara.
“Saya hanya tahu memberikan ke Badan Lingkungan Hidup saja. Sesudah itu saya tidak mengetahui ke mana uang itu mengalir,” katanya di hadapan majelis hakim.
Pada kesempatan itu dia juga menuturkan peran Tim 11 yang merupakan tim sukses Rita Widyasari.
Menurutnya tim itu sangat berpengaruh di Kutai Kartanegara bahkan kelompok tersebutlah yang menginisiasi lahirnya berbagai pungutan liar terkait perizinan di kabupaten tersebut, termasuk izin Amdal yang sering dia tangani.
Baca Juga
Dia menguraikan, awalnya permintaan uang terkait Amdal tersebut tidak pernah dilakukan oleh pemerintah setempat. Akan tetapi, pascaterbitnya Peraturan Pemerintah (PP) No.27/2012 tentang Izin Lingkungan, pungutan liar tersebut kemudian muncul dan baru berhenti setelah Rita ditahan Komisi Pemberantasan Korupsi.
Seperti diketahui, Rita juga diduga bersama-sama Khairudin menerima gratifikasi yang berhubungan dengan jabatan dan berlawanan dengan tugas dan kewajibannya yakni uang sebesar US$775.000 atau setara Rp6,9 miliar. Gratifikasi ini berkaitan dengan sejumlah proyek di Kutai Kartanegara selama masa jabatan tersangka.
KPK menjerat Rita dalam statusnya sebagai tersangka penerima suap dengan Pasal 12 huruf a atau b atau Pasal 11 Undang-undang (UU) No.31/1999 yang diperbarui dalam UU No.20/2001 tentang Tindak Pidana Korupsi.
Selain itu, Rita Widyasari bersama-sama dengan Ketua Tim 11, Khairudin, ditetapkan sebagai tersangka penerima suap dan gratifikasi. Mereka dijerat dengan Pasal 12 B UU yang sama juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP. Sementara itu, Hery dijerat dengan Pasal 5 ayat 1 huruf a atau b atau Pasal 13 UU Tindak Pidana Korupsi.
Selain mereka, KPK juga menerapkan pasal Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) kepada Rita Widyasari. Tidak sampai di situ, komisi antirasuah pun menahan Hery Susanto Gun, Direktur Utama PT Sawit Golden Prima sebagai pihak penyuap.
Hery diduga memberikan uang sebanyak Rp6 miliar kepada Rita terkait pemberian izin lokasi untuk keperluan lahan inti dan plasma perkebunan kelapa sawit di Desa Kupang Baru, Kecamatan Muara Kaman, Kukar kepada PT SGP.
Suap itu diduga diterima sekitar Juli dan Agustus 2010 dan terindikasi pemberian suap bertujuan untuk memuluskan proses perizinan lokasi perkebunan.